JAKARTA: Sulawesi Tengah dan
Kalimantan Tengah menolak keputusan pemerintah pusat yang akan menutup keran
ekspor seluruh jenis rotan mulai 1 Januari 2012.
Gubernur Sulteng Longki
Djanggola menilai pemerintah pusat bertindak diskriminatif dan tidak adil
terkait keputusan itu.
Menurutnya, larangan ekspor
akan berdampak pada petani rotan karena hanya beberapa dari komoditas alam itu
yang bisa terserap oleh industri mebel dalam negeri.
Berdasarkan Asosiasi
Pengusaha Rotan Indonesia, industri mebel dalam negeri hanya menyerap paling
banyak delapan jenis rotan, dari yang ada di Indonesia mencapai 300 jenis.
“Lebih banyak jenis dan
jumlah rotan yang tidak dibeli oleh industri dalam negeri. Kecuali, pemerintah
pusat mau menjadi penyangga rotan nasional, maka tidak ada yang dirugikan,”
jelas Longki, siang ini.
Dia juga menuturkan jika
pemerintah tetap mau menyetop ekspor rotan, maka harus ada program yang
memfasilitasi pembangunan industri hulu termasuk di dalamnya adalah dukungan
pemasaran di dalam dan luar negeri.
Sulteng merupakan penghasil
rotan terbesar di Indonesia, dengan volume produksi pada 2007 sebanyak 5.210
m3, lalu meningkat menjadi 9.288 m3 pada 2008 dan 11.121m3 pada 2009, dan tahun
lalu mengalami penurunan menjadi 4.581 m3.
Gubernur Sulteng pernah
mengirim surat tertanggal 6 September 2011 dan 31 Oktober 2011 kepada Menteri
Perdagangan Gita Wirjawan yang mengharapkan agar ekspor rotan terus dibuka.
“Saya sudah kirim surat dua
kali ke menteri. [Sekarang] terserah beliau-beliau saja,” jelas Longki.
Dalam surat tertanggal 31
Oktober 2011, Longki meminta agar ekspor rotan dapat dilakukan di seluruh
pelabuhan pabean.
Menurutnya, usaha primer
kebanyakan dilakukan oleh UKM di daerah penghasil rotan, sehingga jika dibatasi
pelabuhan mana saja yang boleh melakukan ekspor rotan hal itu justru akan
menghambat pemasaran hasil produksi rotan daerah tertentu di Sulawesi Tengah.
Sementara itu, Gubernur
Kalimantan Tengah Teras Narang mengatakan petani, pengumpul, dan pedagang rotan
di daerahnya belum siap jika pemerintah pusat menutup keran ekspor rotan.
“Rotan di Kalteng, banyak
untuk kebutuhan kerajinan dalam hal ini adalah anyaman. Karena itu, perlu
kesiapan yang baik terlebih dahulu, terutama industri kreatif,” paparnya.
Teras menuturkan Kalimantan
Tengah membutuhkan waktu sekitar setahun untuk melakukan persiapan jika
pemerintah memang ingin menutup keran ekspor rotan.
Gubernur Kalteng juga pernah
menyampaikan surat kepada Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian di mana
salah satu poin adalah meminta agar larangan ekspor rotan mentah dan setengah
jadi ditunda dan dilaksanakan secara bertahap.
“Sejalan dengan kesiapan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah yang memiliki potensi rotan dan industri
kerajinan rotan guna mempersiapkan diri dan membuat regulasi yang diperlukan,”
tulis Teras dalam surat itu.
Sebelumnya, Kementerian
Perdagangan menargetkan penutupan keran ekspor seluruh jenis rotan mulai
berlaku 1 Januari 2012 seiring dengan hampir tuntasnya perumusan regulasi itu
oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian
Kehutanan.
Dirjen Perdagangan Luar
Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh mengatakan pada 30 November 2012
diharapkan paket kebijakan mengenai larangan ekspor rotan sudah ditandatangani
pihak terkait.
Kebijakan dari Kementerian
Perdagangan adalah melarang ekspor seluruh jenis rotan, menetapkan sistem resi
gudang, dan terkait dengan angkutan rotan antarpulau.
Wakil Ketua Umum Asosiasi
Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) Julius Hoesan mengatakan pihaknya dan
Kementerian Perdagangan belum pernah secara resmi berkomunikasi terkait
larangan ekspor rotan. (ln)
Sumber : Bisnis Indonesia,
27.11.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar