BISNIS.COM, JAKARTA—Kalangan serikat pekerja mendesak
pemerintah untuk proaktif menegakkan hukum dari aturan sistem outsourcing sesuai
dengan UU No.13/2003 dan Permenakertrans No.19/2012.
Regulasi UU No.13/2003 adalah tentang Ketenagakerjaan dan
Permenakertrans No.19/2012 mengenai Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian
Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain.
Menurut Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia
(OPSI) Timboel Siregar, kalangan SP/SB mendukung penuh upaya pemerintah pusat
dan daerah dalam pelaksanaan sistem outsourcing (alihdaya).
Namun, lanjutnya, upaha pelaksanaan tersebut harus
bersamaan dengan penegakkan hukum yang tegas dari aturan yang sudah ada.
“Seharusnya, pemerintah lebih tegas lagi untuk mewajibkan
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melakukan registrasi kepada dinas
terkait, bukan hanya meminta,” katanya, Kamis (4/4/2013).
Selain itu, Timboel menambahkan penegakkan hukum atas
sistem kerja ini tidak hanya ditujukan kepada perusahaan alihdaya, tetapi juga
harus ditujukan kepada perusahaan pengguna jasanya.
Jadi, dia menegaskan registrasi tidak hanya pada
perusahaan penyedia, melainkan juga untuk perusahaan pengguna agar sistem
alihdaya berjalan dalam pengawasan ketat.
“Tidak dipungkiri, seringkali perusahaan pengguna curang
dalam menerapkan sistem alihdaya, bahkan pada perusahaan besar pun kadang tidak
benar menggunakan sistem itu,” tuturnya.
Timboel meminta apabila sampai waktu yang ditentukan
masih ada perusahaan alihdaya yang belum melakukan registrasi ulang maka
Kemenakertrans dan dinas terkait di daerah harus berani mencabut izin usahanya
dan memberikan sanksi kepada perusahaan pengguna.
Sumber : Bisnis Indonesia, 04.04.13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar