PARIS (Reuters) - Pilot dari pesawat Indonesia yang jatuh
ke laut saat mencoba mendarat di Bali menggambarkan bagaimana rasanya
"terseret" angin ketika ia berusaha mengambil kendali.
Sekitar 108 penumpang dan kru selamat saat pesawat
penumpang Boeing 737 yang dioperasikan oleh Lion Air terlalu cepat turun ke
landasan dan jatuh di air, Sabtu.
Aparat setempat menegaskan bahwa masih terlau cepat untuk
mengatakan apa penyebab insiden ini, yang tengah diinvestigasi oleh KNKT dengan
bantuan penyelidik kecelakaan dari Amerika Serikat dan Boeing.
Namun, keterangan awal, komentar saksi, dan laporan cuaca
sudah merujuk pada kemungkinan "windshear" atau angin berubah arah
dari awan badai yang juga dikenal dengan nama "microburst".
Meski jarang terjadi, para pakar memprediksi bahwa
hempasan angin yang keras dan tak diduga ini bisa membuat jet modern tak
berdaya, apalagi jika kekuatannya lebih besar dari kemampuan pesawat keluar
dari masalah -- dengan masa-masa kritis
sebelum pendaratan sebagai momen paling rapuh.
"Jika Anda mengalami angin yang menghempas ke bawah
yang lebih kuat dari kemampuan pesawat, bahkan dengan kekuatan penuh Anda akan
terus turun dan tak bisa menanjak naik," kata Hugh Dibley, mantan pilot
British Airways dan pakar dalam situasi-situasi kehilangan kendali.
Penyebab jatuhnya pesawat berdampak pada reputasi salah
satu maskapai penerbangan yang paling cepat tumbuh di dunia. Lion Air pun
tengah berusaha mencabut dirinya dari daftar hitam keamanan Uni Eropa dengan
membeli Airbus dan Boeing dalam jumlah yang menciptakan rekor.
Menurut keterangan awal pilot, yang detailnya sudah
digambarkan ke Reuters, penerbangan JT-904 menuju ke timur ke bandara Ngurah
Rai pada tengah hari Sabtu dalam penerbangan yang normal dari Bandung, Jawa
Barat.
Co-pilot, warga kebangsaan India dengan 2000 jam
pengalaman terbang, bertanggungjawab untuk perjalanan domestik ini, yang
dijadwalkan berlangsung 1 jam 40 menit.
Hujan deras
Saat pesawat Lion Air ini mulai turun, diikuti pesawat
Garuda di belakangnya, dan satu lagi pesawat siap-siap lepas landas di
belakangnya, co-pilot kehilangan pandangan akan landasan karena air hujan yang
jatuh di jendela depan.
Kaptennya, seorang WNI dengna 15 ribu jam terbang dan
lisensi instruktur, mengambil alih kendali.
Saat turun dari 400 ke 200 kaki, pilot menggambarkan
sedang terbang melewati tembok air, menurut sumber. Hujan deras tiba-tiba dan
kehilangan pandangan bukanlah hal aneh dalam kondisi alam tropis, tapi
rendahnya pesawat berarti kru tak punya banyak waktu untuk bereaksi.
Tanpa bisa melihat lampu landasan atau tanda-tanda,
kapten memutuskan untuk membatalkan pendaratan dan melakukan "go
around", manuver rutin yang wajib bisa dilakukan semua pilot.
Namun, kapten kemudian mengatakan pada aparat bahwa
pesawat 737 yang baru ini bukannya menanjak, malah terus-terusan jatuh tanpa
terkendali.
Dengan ketinggian hanya 200 kaki atau 60,96 meter,
manuver yang biasanya mudah itu pun langsung gagal.
"Kapten bilang dia berniat untuk berputar balik tapi
dia merasa pesawat ditarik ke bawah oleh angin; itu sebabnya dia jatuh ke
laut," kata si sumber, yang mendapat keterangan para kru.
"Ada hujan yang jatuh dari timur ke barat; sangat
deras," kata si sumber yang meminta untuk tak disebut karena tak ada orang
yang mendapat izin berbicara kepada publik mengenai kecelakaan selama
penyelidikan berlangsung.
Penumpang pesawat juga menggambarkan peristiwa yang
kurang lebih sama, bahwa pesawat mengalami kesulitan hanya pada menit-menit
terakhir.
"Sama sekali tidak ada tanda-tanda akan jatuh tapi
kemudian tiba-tiba jatuh ke air," kata Tantri Widiastuti, 60, pada
MetroTV.
Lion Air menolak berkomentar atas penyebab kecelakaan.
Rusak Total
Menurut Flight Safety Foundation, buletin untuk pilot
menandakan ada beberapa awan badai pada sekitar waktu kecelakaan pada
ketinggian 1700 kaki. Angin sedang bertiup dari selatan ke tenggara tapi
membesar dari timur ke tenggara, sampai ke barat.
Sumber mengatakan tidak ada bukti langsung kesalahan
pilot atau teknis tapi penyelidik akan melihat kecepatan dan pengaturan lain,
termasuk juga interaksi antara dua pilot untuk memastikan apakah kecelakaan
bisa dihindari.
Kedua pilot sudah menjalani tes urine oleh polisi
Indonesia dan tidak ada bukti obat-obatan terlarang atau alkohol, menurut si
sumber.
Menurut laporan media Indonesia, lima pilot Lion Air
sudah ditahan karena konsumsi narkoba dalam dua tahun terakhir, sehingga muncul
pertanyaan apakah penyalahgunaan narkoba atau jam terbang berlebihan terjadi di
sini.
Salah satu pendiri Lion Air membantah kemungkinan ini dan
mengatakan pada Reuters tahun lalu bahwa ia bekerja sama dengan pihak berwajib
untuk memastikan aturan hukum soal narkoba dipatuhi.
Pesawat yang diantarkan pada Februari ini hanya punya
satu problem teknis: lampu pendaratan yang harus diganti.
Sekarang, pesawat itu terlihat patah di bagian belakang,
hanya 4,6 meter dari tembok laut, batas landasan. Pesawat seharga $89 juta ini
pun kini tak bisa dipakai lagi. Statusnya masih disewakan dari firma Avolon
asal Dublin.
Foto-foto pesawat jet itu berada di air dan semua
penumpangnya selamat mengingatkan pada "Keajaiban di Sungai Hudson"
saat pesawat Airbus A320 yang jatuh selamat di New York setelah kehilangan
tenaga karena serangan burung.
Tapi pakar industri mengatakan bahwa keterlibatan angin
berubah arah atau "wind shear" lebih mengingatkan pada kecelakaan
pesawat Delta Air Lines Lockheed Tristar saat mendekati bandara Dallas 1985
yang menewaskan 134 penumpang dan krunya.
Kecelakaan pesawat Delta Flight 191 memunculkan sistem
peringatan dan prosedur dalam penanganan angin berbalik arah di ketinggian
rendah, atau perubahan tiba-tiba arah angin serta kecepatannya.
Menurut Boeing, pesawat 737-800 adalah model terbaru yang
paling populer, dilengkapi dengan sistem antisipasi "wind shear".
Jika didekati, akan ada peringatan yang mengatakan, "Putar balik, di depan
ada wind shear".
Kini, para pilot sepakat bahwa strategi terbaik untuk
mengatasi angin balik arah adalah untuk menghindarinya, kata Dibley, pejabat
senior di Royal Aeronautical Society, Inggris.
Namun jika peringatan menyala, respons automatik adalah
membatalkan pendaratan dan berputar balik, kata dia.
Keseimbangan
Pilot bisa mempersiapkan diri untuk berbagai risiko,
seperti kehilangan angin bagus untuk pendaratan, dengan menciptakan buffer
kecepatan tinggi untuk membantu mereka keluar dari kesulitan. Harus ada
keseimbangan antara kecepatan tinggi yang bisa membuat jet mendarat terlalu
atau, dan jika terjadi di Bali berarti menabrak jalan atau laut lagi.
"Jika kecepatan Anda terlalu rendah, Anda akan kena
angin bawah dan terus tenggelam. Jadi pertanyaannya, seberapa banyak kecepatan
udara ekstra yang dibawa pesawat," ujar Dibley.
Tak ada informasi akan sinyal apa yang didapat oleh kru
pesawat, seberapa cepat pesawat Lion Air ini terbang, dan jadwal kru yang
terbang.
Didirikan oleh dua saudara pengusaha perjalanan, Lion Air
tumbuh dalam kecepatan tinggi untuk mengimbangi ekonomi Indonesia. Bulan lalu,
Lion Air baru saja menandatangani perjanjian pembelian Airbus Eropa untuk 234
pesawat senilai $24 miliar. Dua tahun lalu, mereka menandatangani pembelian
dengan Boeing untuk 230 pesawat.
Pada saat bersamaan, Indonesia berjuang untuk memperbaiki
keamanan sipil di udara setelah serangkaian kecelakaan mematikan. Pada 2007,
Lion Air termasuk maskapai Indonesia yang dilarang terbang ke Uni Eropa karena
kurangnya standar keamanan. Pelarangan ini pelan-pelan diangkat pada 2009, tapi
meski Lion Air hanya punya satu kecelakaan fatal, maskapai ini masih masuk di
daftar larangan terbang Uni Eropa -- penilaian yang dianggap tak adil.
Bangkai pesawat Lion Air yang jatuh di Bali malah kini
jadi objek berfoto, lihat:
Sumber : Yahoo!News, 15.04.13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar