Bisnis.com, BEIJING –Produksi industri China tumbuh pada
laju terlemahnya dalam 6 tahun terakhir. Di saat yang sama, penjualan ritel dan
investasi pun melempem, mengonfirmasi pemulihan ekonomi Negeri Panda gagal
mencapai momentumnya.
Produksi industri naik 6,9% pada Agustus (year-on-year) ,
laju paling lambat sejak Desember 2008 ketika negara-negara dunia menghadapi
krisis keuangan global. Adapun estimasi para ekonom adalah kenaikan 8,8% dan
pada Juli lalu produksi industri meningkat 9%.
Ekonom Australia & New Zealand Banking Group Ltd, Liu
Li-Gang menyampaikan data ini meningkatkan kekhawatiran Perdana Menteri Li
Keqiang mengenai apakah ia dapat mengejar target pertumbuhan ekonomi 7,5% tahun
ini.
Pasalnya, data tersebut juga menunjukkan keterpurukan
pasar properti masih mengancam laju pertumbuhan. “Demi kredibilitasnya, Li
sepertinya akan memutuskan sebuah kebijakan demi mencapai target ekspansi,”
kata Li-Gang di Beijing, Sabtu (13/9). Ia merujuk pada kebijakan stimulus yang
direkomendasikan sejumlah analis pada PM Li.
Data yang dipublikasikan menunjukkan penjualan retail
naik 11,9%, berada di bawah estimasi yaitu naik 12,1% sekaligus melambat dari
kenaikan Juli yaitu 12,2%. Adapun investasi aset tetap tumbuh 16,5% sepanjang 8
bulan pertama tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Negara Tembok Raksasa tersebut diprediksi akan kembali
tumbuh melambat pada kuartal ini. Pada kuartal I lalu, China tumbuh 7,4% dan berekspansi
7,5% pada kuartal berikutnya, berkat sejumlah langkah-langkah stimulus seperti
percepatan pengerjaan sejumlah proyek infrastruktur, dan menyuntikkan dana
untuk mendorong bank meningkatkan pinjaman.
Sumber : Bisnis Indonesia, 16.09.14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar