JAKARTA
–Beberapa jenis barang milik negara akan diasuransikan pada tahun anggaran
2018. Kebijakan ini menyusul penerbitan Peraturan Menteri Keuangan tentang
Pengasuransian Barang Milik Negara atau BMN.
Pengasuransian
BMN tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 247/PMK.06/2016 yang
mulai berlaku pada 4 Januari 2017.
Beleid tersebut merupakan aturan teknis Peraturan Pemerintah (PP) No.
27/2014. Pengelola barang dapat menetapkan kebijakan asuransi atau
pertanggungan untuk pengamanan BMN tertentu dengan mempertimbangkan kemampuan
keuangan negara.
“Pengasuransian
BMN sebagaimana diatur dalam peraturan menteri ini dilaksanakan mulai Tahun
Anggaran 2018,” bunyi pasal 19 beleid yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani
Indrawati pada 30 Desember 2016, seperti dikutip Kamis (12/1).
Dalam
payung hukum ini, BMN yang dapat diasuransikan hanya mencakup empat kelompok,
yakni gedung dan bangunan, jembatan, alat angkutan darat/apung/udara bermotor,
dan BMN yang ditetapkan oleh pengelola barang. Pengelola barang yang dimaksud
yakni Menkeu.
Kecuali
kelompok BMN yang ditetapkan oleh pengelola barang, masing-masing kelompok
memiliki kriteria tertentu. Salah satu kriteria tersebut yakni keberadaan BMN
di daerah rawan bencana alam yang diukur dengan indeks risiko bencana yang
dikeluarkan instansi terkait.
Anggaran
pengasuransian BMN dialokasikan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
kementerian/lembaga (K/L) yang bersangkutan. Selain itu, pengadaan jasa
asuransi dilakukan setelah tersedia anggaran pada satuan kerja bersangkutan.
Selanjutnya,
dalam pelaksanaan, pengasuransian BMN harus dituangkan dalam perjanjian antara
pejabat yang berwenang di satuan kerja dengan pimpinan perusahaan asuransi.
Tidak tanggung-tanggung, batasan penyelesaian klaim juga diatur dalam PMK ini.
Penyelesaian
klaim oleh perusahaan asuransi atas BMN dapat berupa perbaikan, penggantian
dalam bentuk barang sesuai dengan yang dijanjikan, dan/ atau uang tunai
setidaknya dengan jumlah yang setara dengan nilai BMN yang dipertanggungkan.
Atas
BMN yang hilang, penyelesaian klaim oleh perusahaan asuransi dapat berupa
penggantian dalam bentuk barang dan/ atau uang tunai. Penggantian BMN yang
hilang sebagai akibat kelalaian pemakaian barang tidak menghapuskan kewajiban
pihak yang melakukan kelalaian dalam mengganti kerugian negara sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Dimintai
tanggapan, Chief Economist SIGC (SKHA Institute for Global Competitiveness) Eric
Sugandi menilai adanya asuransi terhadap BMN ini sangat berimplikasi
banyak karena akan membantu bila terjadi kejadian yang menyebabkan kerugian
ataupun kerusakan aset.
Selain
itu, langkah ini juga bagian dari bentuk inventarisasi aset negara. Langkah ini
pada gilirannya akan bermuara pada pemanfaatan aset untuk tujuan yang
produktif, misalnya untuk membantu peningkatan penerimaan negara.
“Hal
ini juga sejalan juga dengan keinginan pemerintah menaikkan penerimaan negara
bukan pajak,” katanya.
Revaluasi
aset secara masif dan sederhana terhadap seluruh BMN sendiri rencananya akan
mulai dilakukan pada kuartal dua tahun ini. Hal ini menyusul permintaan anggota
dewan jelang akhir 2016, untuk menyajikan nilai terkini aset negara.
Dirjen
Kekayaan Negara Kemenkeu Sonny Loho mengatakan karena menggunakan cara
revaluasi sederhana melalui skema indeksasi, pihaknya tengah meminta
persetujuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Kami
lagi minta persetujuan BPK karena mereka yang akan mengaudit. Kalau mau
inventarisasi yang normal kan mesti datangin satu per satu. Kalau BPK setuju,
rencananya kuartal II/2017 bisa siapin semua,” ujarnya.
Pasalnya,
dengan menggunakan indeksasi, pihaknya tidak perlu mendatangi dan menilai aset
satu-satu karena semua perhitungan bisa dilakukan langsung dari pusat. Hitungan
itu menggunakan patokan harga-harga saat ini.
Sonny
menyebut bahwa BMN yang akan dinilai kembali yakni tanah, bangunan, jalan,
jaringan, dan jembatan. Untuk mesin dan peralatan lainnya, lanjut dia, tidak
akan menjadi prioritas revaluasi karena sudah memiliki nilai wajar lewat
penyusutan.
DANA REVALUASI
Pada
saat ditanya terkait dengan dana revaluasi, dia mengaku belum bisa
mengestimasi. Sonny hanya memastikan nilainya akan lebih rendah jika
dibandingkan penilaian aset secara keseluruhan. Sejauh ini, dana revaluasi itu
belum ada dalam pagu APBN 2017.
Seperti
diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku memang
seluruh BMN – terutama yang diajukan ke dewan sebagai underlying asset
penerbitan sukuk – masih menggunakan nilai lama dan belum direvaluasi. Dalam
neraca, nilai masih menggambarkan kondisi waktu 2008, 2009, dan 2010.
Menilik
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2015 (audited), jumlah aset per 31 Desember
2015 senilai Rp5.163,3 triliun, naik dari periode yang sama tahun sebelumnya
Rp3.910,9 triliun. Khusus untuk aset tetap, nilainya mencapai Rp1.852 triliun,
naik dari tahun sebelumnya Rp1.714,6 triliun.
Menkeu
sebelumnya juga mengingatkan agar uang dan aset yang menjadi bagian dari
investasi harus ‘bekerja keras’ sehingga bisa memberikan hasil atau return
tinggi. Paradigma ini sudah diimplementasikan di negara-negara maju.
Sumber
: Bisnis Indonesia, 13.01.17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar