Bisnis.com,
JAKARTA--Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berambisi untuk meniru
pengelolaan pusat logistik berikat (PLB) layaknya logistics park di Shenzhen,
China, yang mampu mengakomodir barang-barang e-commerce berbentuk
barang jadi.
Dirjen Bea
dan Cukai Heru Pambudi
menuturkan dibandingkan dengan Shenzhen, Indonesia memiliki batas waktu
penimbunan yang lebih lama hingga tiga tahun. Dari sisi fasilitas lainnya, PLB
Indonesia dan logistics park Shenzhen memiliki spesifikasi serupa.
Hanya
saja, pusat logistik di Shenzhen mampu menampung barang e-commerce. Potensi
ini, menurutnya, bisa diterapkan di PLB Indonesia. Gagasan ini telah
disampaikan kepada menteri keuangan.
"Itu
kita lihatnya di Shenzen, kita ingin mengambil peluang bisnis seperti yang di
Shenzen,"ujarnya selepas acara peringatan Satu Tahun PLB di Kantor Pusat
DJBC, Jakarta, Kamis (12/4).
Selama
satu tahun, DJBC mengaku telah mengambil langkah perbaikannya dengan menjalin
kerjasama antar kementerian dan lembaga (K/L). Perbaikan tersebut meliputi
pemeriksaan surveyor di PLB sesuai amanat Permendag No.64 Tahun 2016;
koordinasi dengan pihak pelayaran dan pihak terkait mengenai penerbitan
delivery order secara online; pembangunan instalasi karantina di area PLB untuk
menekan dwelling time; dan mengakomodir sistem FTA dan simplifkasi pemberian
tarif preferential.
Heru
melaporkan selama satu tahun nilai barang dari 34 PLB seluruh Indonesia
tercatat mencapai Rp1,16 triliun yang berasal dari 20 pemasok internasional, 34
perusahaan distribusi internasional dan 97 perusahaan distribusi lokal.
"Dengan
rata-rata lead time 1,8 hari, jauh lebih cepat daripada impor umumnya,"
katanya. Lebih lanjut, dia mengungkapkan PLB telah memberikan kontribusi
terhadap penerimaan negara dengan jumlah bea masuk sebesar Rp10,28 miliar, PPh
impor dalam Pasal 22 sebesar Rp27,13 miliar, PPN Impor sebesar Rp120,09 miliar.
Sumber
: Bisnis Indonesia, 12.04.17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar