KONTAN.CO.ID. Coca Cola Company mengikuti jejak beberapa perusahaan multinasional
lain yang berbasis di Amerika
Serikat (AS), berencana
menghentikan penempatan iklan berbayar di media sosial.
Kebijakan Coca Cola ini bukan
hanya berlaku bagi media sosial di Amerika Serikat (AS), tapi terhadap seluruh platform media sosial di seluruh dunia.
CEO
The Coca Cola Company James Quincey
menyampaikan kebijakan itu melalui sebuah pernyataan yang terpampang pada laman
resmi perusahaan minuman cola berkarbonasi tersebut.
"Tidak ada tempat untuk
rasisme di dunia dan tidak ada tempat untuk rasisme di media sosial. Perusahaan
Coca-Cola akan menghentikan sementara iklan berbayar di semua platform media
sosial secara global selama setidaknya 30 hari. Kami akan mengambil waktu ini
untuk menilai kembali kebijakan periklanan kami untuk menentukan apakah revisi
diperlukan. Kami juga mengharapkan akuntabilitas dan transparansi yang lebih
besar dari mitra media sosial kamim," begitu tulis CEO The Coca Cola
Company James Quincey.
Meski tak secara spesifik
menyebut platform media sosial, publik segera menghubungkan pernyataan Coca
Cola itu dengan pidato Mark Zuckerberg melalui akun resminya di Facebook. Beberapa jam setelah Mark
mengunggah pernyataannya sebagai CEO Facebook, Coca Cola ganti menyampaikan
pernyataan tadi lewat lama resmi.
Jumat (26/6) Facebook Inc
menyatakan akan mulai melabeli konten yang tetap layak diberitakan meski
melangar kebijakan perusahaan itu, jika memiliki bobot kepentingan publik lebih
besar ketimbang risiko yang ditimbulkannya.
Facebook juga akan melabeli semua
postingan dan iklan yang berkaitan pemilu sekaligus memasang tautan ke
informasi otoritatif, termasuk dari politisi.
Mark
Zuckerberg, CEO Facebook,
juga mengatakan Facebook akan melarang iklan yang mengklaim bahwa orang dari
ras, agama, orientasi seksual, atau status imigrasi tertentu merupakan ancaman
bagi keselamatan fisik atau kesehatan.
Perubahan kebijakan Facebook ini
terjadi seiring merebak kampanye boikot iklan "Stop
Hate for Profit". Seruan boikot sendiri
dimulai beberapa kelompok hak-hak sipil Amerika Serikat (AS) untuk menekan
Facebook agar bertindak mengatasi ujaran kebencian dan informasi yang salah.
Namun, seperti dikutip Reuters, rupanya pidato Zuckerberg yang termuat di akun
Facebooknya itu gagal, menurut Menurut Rashad
Robinson, presiden kelompok hak-hak sipil Color Of Change, salah satu kelompok di balik kampanye boikot.
"Apa yang kami lihat dalam
pidato hari ini dari Mark Zuckerberg adalah kegagalan untuk bergulat dengan
kerugian yang ditimbulkan FB pada demokrasi & hak-hak sipil kita,"
Robinson mencuit.
"Jika pidato ini adalah
respons yang dia berikan kepada pengiklan besar yang menarik jutaan dolar dari
perusahaan, kita tidak bisa mempercayai kepemimpinannya."
Saham Facebook ditutup anjllok
lebih dari 8% pada perdagangan Jumat (26/6). Demikian pula dengan Twitter yang
harga sahamnya rontok 7% di hari yang sama.
Salah satu pemicu penurunan harga
saham itu adalah pernyataan Unilever PLC yang akan menghentikan iklan di
Facebook, Instagram, dan Twitter di AS, selama sisa tahun ini seraya mengutip
istilah "perpecahan dan kebencian
selama pemilihan terpolarisasi ini periode di AS".
Lebih dari 90 pengiklan termasuk
anak perusahaan produsen mobil Honda
Motor Co Ltd di AS, Ben & Jerry's dari Unilever, Verizon Communications Inc
dan The North Face, telah bergabung
dalam kampanye ini. Begitu kaim grup aktivis iklan
Sleeping Giants.
Salah satu pengiklan teratas
Facebook, raksasa barang-barang konsumen Procter
& Gamble Co, pada hari Rabu
berjanji meninjau penempatan iklan dan menghentikan pengeluaran di platfrom
yang memuat konten penuh kebencian. P&G menolak mengatakan apakah mereka
telah mencapai keputusan di Facebook.
Sumber : Kontan, 27.06.2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar