JAKARTA
- Gabungan
Importir Nasional Seluruh Indonesia merespons positif langkah PT
Pelabuhan Indonesia II menyeragamkan tarif layanan bongkar muat atau container
handling charges (CHC) di seluruh terminal Pelabuhan Tanjung Priok.
Sekretarisn
Jenderal BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Achmad Ridwan
Tento
mengatakan saat ini pemilik barang menerima tagihan yang sama untuk CHC di
semua terminal kontainer internasional di Tanjung Priok yaitu US$83
per boks ukuran 20 kaki.
Menurutnya,
kebijakan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II itu bisa menghilangkan praktik
perang tarif antarterminal peti kemas yang selama ini dinikmati langsung oleh
perusahaan pelayaran pengangkut barang ekspor impor. Namun, Ridwan menegaskan
langkah penyeragaman CHC tersebut tidak berpengaruh langsung terhadap pemilik
barang di Tanjung Priok.
“Buat
pemilik barang di Priok kami tetap membayar biaya terminal handling charges
untuk peti kemas 20 feet sebesar US$95 per boks,” katanya kepada
Bisnis, Senin (15/8).
Di
Pelabuhan Tanjung Priok, pemilik barang membayarkan biaya ke perusahaan
pelayaran berupa THC sebesar US$95 per boks kontainer ukuran 20 kaki. THC itu
komponennya terdiri dari CHC yang dikutip operator terminal peti kemas di
pelabuhan sebesar US$83 per boks dan biaya tambahan (surcharge) yang
dikutip pelayaran sebesar US$12 per boks.
Saat
ini, di Pelabuhan Tanjung Priok terdapat lima fasilitas terminal peti kemas
yang melayani ekspor impor yakni PT Jakarta International Container Terminal
(JICT), Terminal Peti Kemas (TPK) Koja, Terminal Mustika Alam Lestari (MAL),
Terminal 3 Priok, dan New Priok Container Terminal One (NPCT-1).
Direktur
Utama Pelindo II Elvyn G. Masassya mengatakan direksi Pelindo II sudah
menerbitkan keputusan penyeragaman biaya CHC di seluruh terminal peti kemas
Tanjung Priok tersebut.
“Ya,
sudah ada surat keputusannya untuk penyeragaman tarif itu,” ujarnya melalui pesan singkat.
Sebelum
ada penyeragaman oleh Pelindo II, biaya CHC di Terminal 3 Priok hanya US$73 per
boks peti kemas ukuran 20 kaki atau lebih rendah US$10 ketimbang CHC di JICT,
TPK Koja, MAL dan NPCT-1.
Elvyn
berharap penyeragaman CHC itu akan mendorong produktivitas dan peningkatan
pelayanan semua terminal di Pelabuhan Tanjung Priok.
Dengan
kebijakan CHC seragam, dia menilai pelayaran asing atau shipping lines bisa
memilih terminal dan pelayanan mana yang relevan. Pada masa mendatang, Pelindo
II juga menyiapkan sistem zonasi bagi semua terminal. Melalui sistem itu,
Pelindo II akan memisahkan terminal berdasarkan peruntukannya misalnya peti
kemas domestik, internasional, curah cair atau curah kering.
Selain
itu, Pelindo II tengah mempercepat pengaturan lalu lintas di dalam Pelabuhan
Tanjung Priok sehingga truk tidak akan lagi mengantre di dalam, tetapi
dipusatkan dalam satu tempat. Saat kapal sudah siap bongkar muat, lanjutnya,
truk baru dipanggil masuk ke dermaga.
Ridwan
juga berharap PT Pelindo II menyeragamkan fasilitas dan peralatan di Terminal 3
Priok agar pelayanan bisa setara dengan terminal peti kemas lainnya di
pelabuhan itu.
Selain
itu, dia menegaskan BUMN itu harus menyiapkan area penampungan atau buffer area
yang permanen untuk Terminal 3 Priok.
“Pemanfaatan
buffer eks Terminal 2-JICT untuk Terminal 3 Priok setahu saya itu kebijakan
bersifat sementara. Kalau mau bikin buffer harus permanen,” tuturnya.
MULAI PULIH
Ridwan
juga menilai pengurusan dokumen impor menggunakan sistem electronic data
interchange (EDI) untuk versi modul terbaru sudah berangsur pulih.
Namun, dia menyatakan kondisi itu belum sepenuhnya normal setelah adanya
migrasi modul PIB online yang sebelumnya menggunakan versi 5.0.7 ke versi 6.0.3.
“Sudah
mulai pulih namun belum sepenuhnya normal karena masih ada laporan dari anggota
kami di Priok yang gagal respons ajukan dokumen impor modul terbaru itu,”
ujarnya.
Sumber
: Kontan, 16.08.16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar