Jakarta
- Pemerintah bersama dengan berbagai pihak (stakeholders) masih terus
menyempurnakan peta jalan pengembangan perdagangan elektronik (e-commerce) di
Indonesia. Pengembangannya merupakan salah satu fokus Pemerintahan Kabinet
Kerja guna mendorong pertumbuhan ekonomi digital.
“Praktis
ada sekitar 12 kementerian/lembaga yang bekerja sama untuk menyiapkan peta
jalan ini. Kita juga menyiapkannya dengan para asosiasi pemain e-commerce yang
diwakili oleh iDEA,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo)
Rudiantara pada Press Briefing 2 Tahun Kinerja Pemerintahan Jokowi-JK di Kantor
Staf Presiden, Senin (31/10) pagi.
Menurut
Rudiantara, peta jalan itu berguna untuk membentuk ekosistem dan struktur
e-commerce di Indonesia. Peta jalan sangat penting karena perkembangan
e-commerce di Indonesia saat ini sudah makin pesat, sehingga perlu pedoman agar
pertumbuhannya semakin optimal.
Dia
menyebutkan, tahun 2014, e-commerce Indonesia telah mencapai valuasi senilai
US$ 12 Miliar, atau sekitar Rp 156,48 triliun, dan terus meningkat hingga
menjadi US$ 18–19 miliar, atau Rp 234,72-247,76 triliun pada 2015. “Kalau dibiarkan
saja tanpa ada struktur, tanpa ada ekosistem, tidak akan optimal,” tuturnya.
Menkominfo
kembali menyampaikan, terdapat tujuh isu utama dalam peta jalan e-commerce di
Indonesia. Isu pertama terkait masalah pendidikan dan sumber daya mineral (SDM)
yang didorong dengan membentuk manajemen pelaksana peta jalan, meningkatkan
kesadaran pendidikan bagi konsumen, hingga memasukkan mata pelajaran coding
sebagai bagian dari kurikulum di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk tahun
ajaran 2016/2017.
Selain
itu, pemerintah menyiapkan dukungan aspek logistik. Selanjutnya, PT Pos akan
direposisi menjadi logistic platform bagi e-commerce di Indonesia. “PT Pos ini
mempunyai ribuan kantor di seluruh Indonesia yang tidak bisa ditandingi yang
lain. Pada rapat terbatas juga sudah metetapkan bahwa PT Pos ini harus
direposisi,” tambahnya, seperti dikutip dari kominfo.go.id.
Dari
aspek infrastruktur komunikasi, pemerintah terus mendorong reformasi teknologi
generasi keempat (4G) dan Program Palapa Ring. Kemudian, dari sisi keamanan
online (cyber security), pemerintah membuat standardisasi pada tiga critical
sector, yaitu keuangan perbankan, transportasi, serta energi dan sumber daya
mineral (ESDM). Demikian pula, kepastian perlindungan konsumen sedang
disiapkan.
Sementara
itu, dari sisi perpajakan, dilakukan penyederhanaan pembentukan kewajiban serta
penyusunan tata cara pendaftaran bagi pelaku e-commerce. Menurut Rudiantara,
pemberlakuan pajak e-commerce jika dibandingkan dengan di pasar modal (capital
market) saat ini masih berbeda.
“Contohnya
di capital market, PPh (pajak penghasilan) yang dikenakan adalah final 0,1%.
Kalau di e-commerce, masa nanti PPh harus kita lihat progresif 25%, 35%, itu
terlalu repot,” katanya. Karena itu, lanjut dia, Kementerian Keuangan akan menyiapkan
perhitungan pajak bagi e-commerce yang bersifat lebih flat dan final seperti di
capital market.
Start-up, Pajak, dan DNI
Pada
kesempatan yang sama, Menkominfo juga menjelaskan, Kementerian Kominfo akan
mengatur dan menyiapkan penggunaan dana kewajiban layanan umum (universal
service obligation/USO) untuk dimanfaatkan dalam mendukung pengembangan bisnis
rintisan berbasis teknologi (start-up). Kebijakan itu diambil karena selama ini
tidak semua start-up bisa menerima pinjaman, sekali pun pinjaman dalam bentuk
Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang harus dikonversi menjadi investasi.
"KUR
tersebut dapat diberikan sebagai pinjaman kepada BUMN yang bergerak di bidang
pendanaan, baik Danareksa, Bahana, dan lainnya. Lah kan, kalau start-up hari
ini dikasih pinjaman, bulan depan mulai nyicil, gak bisa,” tuturnya.
Namun,
lanjut dia, penggunaan dana USO untuk pendanaan start-up hanya akan diberikan
kepada daerah yang tergolong 3T (terdepan, tertinggal, dan terluar). Hingga
saat ini, ada 122 kabupaten di daerah yang masuk kategori 3T. “Peraturan
presiden (Perpres) untuk pendanaan ini sedang disiapkan,” tegas Rudiantara.
Usaha
lainnya yang juga sudah dilakukan pemerintah dengan merevisi daftar negatif
investasi (DNI) melalui Perpres No 44 Tahun 2016. Sebelumnya, asing tidak boleh
memiliki saham di perusahaan e-commerce di Indonesia. Sekarang, kepemilikan
saham asing untuk kategori marketplace diperbolehkan, dengan catatan nilai aset
bersih network lebih dari Rp 10 miliar.
"Marketplace
tersebut (sampai Rp 10 miliar) hanya diperuntukkan bagi UKM Indonesia. Bagi
marketplace dengan aset bersih network antara Rp 10-100 miliar boleh dimiliki
asing hingga 49%. Lalu, jika mencapai lebih Rp 100 miliar, asing boleh memiliki
100%,” paparnya.
Perubahan
dalam DNI itu dilakukan karena selama ini pada kenyataannya asing juga bisa
menguasai saham e-commerce di Indonesia. “Namun, strukturnya tidak dilakukan di
Indonesia, di negara tetangga. Jadi, bayar pajak dan sebagainya di negara
tetangga. Ya, harusnya di Indonesialah,” tegas Rudiantara.
Sumber
: BeritaSatu, 02.11.16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar