JAKARTA.
Bukan hanya pasokan dan harga pangan saja yang diminta untuk diperhatikan oleh
pemerintah. Perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan, perkebunan dan
pelabuhan juga meminta pemerintah untuk memperhatikan pasokan ban untuk
kendaraan operasional mereka.
Pasalnya,
saat ini terjadi kelangkaan ban ukuran raksasa untuk kendaraan operasional di
sektor-sektor tersebut. “Kalaupun ada, harganya naik sekitar 10% dari normal,
pedagang memanfaatkan kelangkaan ini,” ujar Dinas Sebayang, Managing Director PT
Lancarjaya Mitra Abadi (Elma Group).
Elma Group merupakan grup perusahaan
yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan sumber daya alam seperti pelayanan
pada pertambangan batubara, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur seperti
membangun jalan dan jembatan.
Hal
senada diungkapkan oleh Hasan Tan, pengusaha transportasi di tambang batubara.
Menurutnya kelangkaan ban yang saat ini mengakibatkan pelaku usaha harus
menanggung beban biaya yang semakin mahal. Padahal, kata dia, industri batubara
saat ini baru mulai siuman setelah mengalami kejatuhan dalam lima tahun
terakhir.
“Untuk
itu kami meminta pemerintah memberikan solusi, sehingga ban yang dibutuhkan
dapat segera tersedia di pasar dengan harga kompetitif,” katanya.
Kelangkaan
ban impor jenis radial yang berukuran raksasa (giant tire) atau berdiameter 2-3
meter ini terjadi setelah pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemdag)
mengeluarkan Permendag 77/2016 yang berlaku mulai 1 Januari 2017.
Dalam
aturan itu, importansi ban harus dilakukan melalui sejumlah tahapan. Tahap
pertama, importir harus mendapatkan rekomendasi dimana salah satu
persyaratannya adalah surat penunjukan dari pemegang merek yang diakui oleh
Trade Attache di KBRI negara tersebut.
Tahap
berikutnya, importir memiliki surat persetujuan impor dari Kemendag dengan
membawa surat rekomendasi dari Kemenperin. Selanjutnya, importir melakukan
laporan surveyor melalui KSO yang ditunjuk oleh Kemdag.
Dalam
pelaksanaannya, impor ban hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik Angka
Pengenal Importir Produsen (API-P) atau perusahaan pemilik Angka Pengenal
Importir Umum (API-U) yang telah mendapatkan persetujuan impor dari menteri.
Selain
itu, impor ban hanya bisa dilakukan jika ban impor dipergunakan sebagai
penunjang atau melengkapi proses produksi.
Rudy
Josano, Bendahara Gabungan Importir dan Pedagang Ban Indonesia (Gimpabi) pun
mengakui bahwa dampak dari Permendag tersebut cukup besar bagi pelaku usaha.
Bukan cuma importir ban, tetapi juga sektor-sektor usaha lainnya, seperti
pertambangan, perkebunan, pelabuhan dan lainnya yang merupakan sektor yang
berkontribusi besar terhadap perekonomian.
Saat
pembuatan aturan tersebut Gimpabi mengaku tidak dilibatkan, sehingga
Kementerian Perdagangan tidak mengetahui dampak dari aturan tersebut. Untuk
itu, ia berharap Kemdag melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang
dikeluarkannya itu.
Sebab
kata dia, ban impor untuk kendaraan pertambangan, pelabuhan, dan perkebunan
pangsa pasarnya sangat kecil, yakni 5-10%, sehingga tidak ekonomis untuk
diproduksi di Indonesia.
Menurutnya
dengan adanya Permendag tersebut menambah birokrasi dan menambah beban biaya.
Padahal, kata dia, seharusnya aturan baru tidak boleh mempersulit dan menambah
beban pengusaha.
“Sekarang
yang punya stok ban mungkin akan senang karena harga naik, tapi akan berapa
lama, cuma sebulan, setelah itu stok habis, mereka tidak bisa usaha lagi. Lalu
bagaimana dengan industri pemakainya seperti tambang, akan beli dari mana? Itu
pertanyaannya,” keluhnya.
Dinas
Sebayang menambahkan, karena sulit mendapatkan pasokan ban, pihaknya mengakali
dengan melakukan berbagai cara, salah satunya dengan rekondisi ban. “Kami juga
akali dengan pakai ban depan untuk belakang, padahal di regulasi tambang itu
tidak boleh. Tapi kondisi seperti ini regulasi itu sedikit kami langgar,”
katanya.
Menurutnya,
setiap bulan, perusahaannya itu membutuhkan sekitar 400 ban hanya untuk
kendaraan sektor tambang. “Sekarang ini industri tambang sedang bagus, tapi
kami tidak bisa nge-gas cuma karena kendaraan kami terkendala ban,” pungkasnya.
Sumber
: Kontan, 23.05.17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar