Surakarta
- Para dosen dan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta,
Jawa Tengah, yang menghadiri focus group discussion (FGD) tentang
Indonesia Raya Incorporated (IRI) memiliki keingintahuan yang sangat
tinggi terhadap sistem pengelolaan sumber daya yang digagas Gerakan
Ekayastra Unmada Semangat Satu Bangsa itu.
Hal
itu terlihat dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mereka seusai pemaparan
tentang IRI yang disampaikan Ketua Pelaksana Ekayastra Unmada AM Putut
Prabantoro. FGD bertema "IRI: Poros Ekonomi Indonesia Tengah
(PEIT) untuk Kemakmuran Seluruh Rakyat Indonesia" itu diadakan
hasil kerja sama Ekayastra dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat (LPPM) UNS.
Acara
digelar di gedung LPPM, Kampus UNS Kentingan, Surakarta, Senin (29/5). Selain
putut, hadir juga sebagai pembicara Guru Besar Fakultas Pertanian UNS Prof DR Ir
Darsono MSi, Ketua LPPM UNS Prof Dr Sulistio Saputro MSi BSD, dan
moderator DR Y Sri Susilo MSi (Universitas Atma Jaya Yogyakarta).
Wakil Dekan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Munawir Yusuf mengaku merasa optimistis
dengan masa depan Indonesia setelah mendengar paparan tentang IRI itu. Dia
berharap, IRI bisa segera diimplementasikan agar bisa mewujudkan kemakmuran
Indonesia.
"Setelah
mendengar penjelasan ini, saya melihat, kalau IRI dijalankan maka 20 tahun ke
depan Indonesia akan berubah. Indonesia akan sesuai dengan keinginan para
pendiri bangsa ini, di mana kemakmuran seluruh rakyat Indonesia segera
terwujud," ujarnya.
Untuk
itu, dia berharap pemerintah bisa menerima ide yang baik itu. Namun, dia
mengingatkan, para konseptor IRI perlu melibatkan lebih banyak lagi banyak
kalangan masyarakat untuk memperdalam konsep ini selain agar IRI juga bisa
semakin banyak dipahami dan diterima publik.
"Namun,
sebagai orang yang bergelut di dunia pendidikan, saya bertanya, apa yang bisa
dilakukan IRI untuk memperbaiki dunia pendidikan kita," katanya.
Menanggapi
itu, Putut Prabantoro menjelaskan, IRI yang secara sederhana merupakan
perkawinan antara BUMN dan BUMD-BUMD di daerah justru membuat dunia pendidikan
semakin fokus dalam mencetak tenaga-tenaga ahli di masa mendatang.
"Misalnya,
BUMN bidang pertambangan butuh tenaga pengebor, pakar geologi, dan sebagainya
untuk 10-20 tahun ke depan, maka kampus di daerah yang memiliki saham IRI di
BUMN itu bisa diminta untuk menyediakan ahliahli di bidang yang diinginkan itu.
Jadi, pendidikannya lebih fokus," ujarnya.
Sementara,
Dosen
Ilmu Administrasi Negara FISIP UNS, Desiderus Priyo Sudibyo menyoroti
tentang kinerja BUMN selama ini. Menurutnya, banyak BUMN Indonesia yang tidak
profit karena manajemen yang tidak baik. "Praktik korupsi juga kerap kita
temukan di BUMN. Malahan, BUMN kerap menjadi ATM bagi pihak-pihak tertentu.
Apakah IRI bisa menjamin bahwa manajemen BUMN akan lebih baik?" tanyanya.
Pertanyaan
senada disampaikan rekan Priyo yang juga pengajar Jurusan Ilmu Administrasi
Negara FISIP UNS, Sudarmo. Dia juga mempertanyakan, apakah IRI bisa menjamin
praktik korupsi bisa dihilangkan di BUMN-BUMN. "Sekarang ini saja sudah
ada KPK dan BPK, tetapi praktik korupsi di BUMN masih sering kita temukan.
Dalam bayangan saya, seharusnya IRI ini bisa membuat manajemen pengelolaan BUMN
bisa terintegrasi dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme,"
tuturnya.
Menanggapi
dua pertanyaan itu, Putut mengibaratkan BUMN sebagai sebuah lokomotif yang
membawa gerbong penumpang. Gerbong itu sudah sangat penuh sesak, bahkan
penumpang naik di atas gerbong dan lokomotif.
"Penumpangnya
ada yang hanya bayar tiket separuh bahkan tidak membayar tiket sama sekali.
Bila semakin lama lokomotif dan gerbongnya penuh dengan penumpang yang seperti
itu, bukan tidak mungkin lokomotifnya terbalik. Para penumpangnya tidak sampai
ke tujuan," ujarnya.
Melalui
konsep IRI, ujar Putut, pengawasan BUMN, yang diibartakan dengan lokomotif itu,
akan lebih baik dan terintegrasi. Daerah yang memiliki saham di BUMN itu
akan"berteriak" jika manajemen pengelolaannya tidak baik.
"Jangankan
praktik korupsi, kolusi , dan nepotisme, keinginan daerah untuk melepaskan diri
dari NKRI pun bisa dicegah. Misalnya, Papua ingin merdeka. Tetapi,
daerah-daerah yang memiliki saham BUMN tambang di sana akan berteriak, 'nanti
dulu! Papua juga milik kami melalui saham di BUMN itu'. Jika dihalangi, bisa
mengajukan arbitrase di Mahkamah Internasional," ujar Putut.
Sumber
: BeritaSatu, 30.05.17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar