Bisnis.com, JAKARTA – PT
Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) menyatakan meskipun BUMN tersebut
belum menjadi anggota International Association Classification
Society (IACS), tetap bisa melaksanakan sertifikasi peti kemas sesuai
standar Convention for Safe Containers (CSC) yang dikeluarkan oleh International
Maritime Organization (IMO).
Direktur Utama BKI Rudiyanto mengatakan dalam ketentuan keanggotaan IACS atupun
unified requirement IACS, tidak mengatur tentang sertifikasi peti kemas.
"Terkait dengan persyaratan
IACS itu perlu di klarifikasi bahwa dalam sertifikasi CSC oleh BKI tidak ada
kaitannya dengan status BKI yang hingga saat ini belum anggota IACS,"
ujarnya kepada Bisnis pada Sabtu (15/9/2018).
Dia menegaskan dalam ketentuan
keanggotaan IACS maupun Unified Requirement IACS, objek yang menjadi
persyaratan adalah kapal yang berlayar secara internasional atau unrestricted
navigational service, tapi tidak mengatur tentang peti kemas.
"Jadi, sudah jelas bahwa tidak
ada hubungannya dengan keanggoatan IACS untuk sertifikasi CSC peti kemas,"
tuturnya.
Rudiyanto mengemukakan Peraturan
Menteri Perhubungan No:53/2018 tentang Kelaikan Peti Kemas dan Berat Kotor Peti
Kemas Terverifikasi, memberikan kesempatan kepada badan klasifikasi
maupun lembaga surveyor yang berbadan hukum Indonesia melakukan inspeksi serta verifikasi kelaikan
dan berat kotor peti kemas untuk ekspor impor maupun antarpulau/domestik.
Dia mengatakan secara teknis
kelaikan peti kemas ini di atur melalui konvensi IMO secara internasional dan
diterapkan pada sisi lokal atau nasional melalui penerapan statutory
pemerintah.
Khairul Mahali, Pengurus Gabungan Perusahaan Eksportir
Seluruh Indonesia, mensinyalir saat ini Indonesia dijadikan tempat scrap
atau perbaikan kontainer yang dimiliki perusahaan pelayaran global.
"Intinya, rusaknya (kontainer)
itu di mana tapi diperbaiki di Indonesia yang bebannya ditanggung pengusaha
Indonesia," ujarnya.
Kementerian Perhubungan merilis sekitar 80% kontainer
yang digunakan untuk kegiatan pengapalan ekspor impor dari dan ke Indonesia
ataupun untuk kegiatan antarpulau/domestik dalam kondisi tidak laik pakai.
Padahal, penindakan atas kontainer
yang tidak layak pakai sudah diatur melalui UU No. 17/2018 tentang Pelayaran
yang menyebutkan bahwa penggunaan kontainer tak layak bisa terkena pasal pidana
paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp300 juta.
Sumber : Bisnis, 15.09.18.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar