KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Go-Jek
kembali memperoleh pendanaan. Nilainya disebut-sebut mencapai Rp 14 triliun.
Sebagai perbandingan, sepanjang 2018 lalu, bursa efek Indonesia (BEI) mencatat
emisi rights issue mencapai Rp 35 triliun. Tapi ini dari 28 rights issue.
Ibarat pemilik rumah, Go-Jek punya
hak penuh siapa tamu yang boleh datang. Go-Jek juga berhak mengatur tata krama
selama si tamu bertandang. Ini jawaban yang paling pas untuk menjawab
pertanyaan yang santer beredar belakangan ini, siapa pemilik Go-Jek
saat ini?
Maklum, perusahaan ini mendapat
banyak pendanaan. Go-Jek mendapat sekitar US$ 1 miliar dari
Google, Tencent dan JD.com. Sebelumnya, sejumlah
konglomerasi raksasa Indonesia, seperti Grup Astra dan Grup Djarum, juga masuk
ke Go-Jek.
Pengurus Go-Jek masih menjadi
pemilik resmi start up unicorn dalam negeri ini. Data Ditjen Administrasi Hukum
Umum (AHU) per Oktober 2018 mengungkapkan, salah satu pengurusnya
adalah Nadiem Makarim.
Dia memegang saham seri D,E, dan I.
Totalnya sekitar 58.416 saham. Ini hanya setara sekitar 5% dari modal
ditempatkan Go-Jek, yakni sebanyak 1,21 juta saham. Selebihnya dimiliki
pemegang saham lain.
Ekonom dan Senior Researcher Creco Consulting Raden
Pardede menyebut, perusahaan
global kerap menggunakan skema saham dual class saat melepas
sebagian kepemilikan saham ke investor. Ini mirip yang dilakukan Go-Jek.
Contohnya, Facebook. Mark Zuckerberg hanya
pemegang saham minoritas. Tapi, dia masih memiliki kendali penuh atas
Facebook. Sebab, saham yang diperdagangkan di public cuma punya hak suara 60%.
Contoh lain Snap Inc. Saat initial
public offering (IPO) senilai US$ 3,4 miliar pada 2017, aplikasi berbagi foto
ini tak memberi hak suara untuk saham publik.
Raden menambahkan, merupakan hal
yang positif jika Go-Jek mengadopsi skema tersebut. Sebab, skema dual class
menunjukkan jika investor memberikan kepercayaan kepada pendiri untuk memimpin
dan mengelola.
"Itu bukti pengakuan dan
kepercayaan untuk meneruskan dan mengembangkan perusahaan jangka panjang,”
jelas Raden.
Head of Equity Capital Market Samuel International Harry
Su menilai, belum ada skema dual class
di Indonesia. "Tapi, kalau golden share ada," ujar dia kepada
Kontan.co.id belum lama ini.
Golden share adalah saham yang bisa mengalahkan semua
saham lainnya. Ini mencegah adanya
hak suara yang terlalu kuat dari investor dengan porsi kepemilikan besar.
Kalau di BUMN, istilahnya saham
dwiwarna. Saham ini hanya selembar dan dimiliki oleh negara. Dengan saham
tersebut, pemerintah memiliki hak veto yang besar terhadap pengendalian dan
rencana bisnis, bahkan aksi korporasi besar perusahaan.
Pendiri Alibaba Group, Jack Ma, kini
juga hanya memiliki 5,6% saham raksasa e-commerce dunia tersebut. "Jika
ingin terus berlari untuk jangka panjang, harus dengan banyak orang,",
tutur Ma.
Sumber : Kontan, 06.02.19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar