Hadijah Alaydrus | 15 Februari 2019
16:51 WIB
Bisnis.com, JAKARTA -- Defisit
neraca perdagangan pada Januari 2019 menjadi peringatan keras bagi Indonesia
untuk segera beralih dari ekspor barang berbasis komoditas ke barang yang
memiliki nilai tambah.
Ekonom PT Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih melihat ekspor barang komoditas berbasis Sumber
Daya Alam (SDA) akan cukup berat sepanjang tahun ini.
"Ini kita harus shifting karena
sudah emergency," tegasnya kepada Bisnis, Jumat (15/2/2019).
Shifting atau peralihan yang
dimaksud bukan hanya terkait dengan jenis barang ekspor, tetapi juga market
shifting atau peralihan pasar.
Namun, Lana menyadari peralihan ini
akan memakan waktu. Meski demikian, peralihan tersebut harus dimulai dari
sekarang sehingga dalam 2-3 tahun ke depan hasilnya bisa terlihat.
Selain peralihan jenis barang ekspor
dan pasar, dia melihat sektor jasa, terutama pariwisata, dapat memberikan
harapan bagi Indonesia di tengah kondisi ketidakpastian saat ini.
"Ekspor jasa ini harus
digalakkan dan benar-benar menjadi fokus," ucap Lana.
Sayangnya, dukungan untuk sektor
jasa belum maksimal. Ketika pemerintah berupaya mengenjot pariwisata, kendala
harga tiket pesawat yang mahal menjadi hambatan.
Padahal, dia melihat sektor
pariwisata ini sangat mudah dikontrol dibandingkan bergantung pada ekspor
komoditas.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan
Indonesia mengalami defisit US$1,16 miliar pada Januari 2019. Defisit ini disebabkan oleh dari posisi neraca ekspor
yang tercatat sebesar US$13,87 miliar atau lebih rendah dibandingkan nilai
impor yang mencapai US$15,03 miliar.
Sumber : Bisnis, 15.02.19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar