Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan
potensial Indonesia pada 2020-2024 ternyata diperkirakan belum bisa mencapai
7%. Perkiraan pertumbuhan potensial Indonesia 2020-2024 dalam skenario
moderat hanya akan berkisar di level 5,68%.
Adapun, skenario terburuk
memperkirakan pertumbuhan potensial Indonesia pada periode tersebut hanya
sekitar 5,52%. Sementara itu, skenario yang paling optimistis memperkirakan
pertumbuhan ekonomi Tanah Air dapat mencapai rata-rata 6,31%. Angka-angka
tersebut terungkap dalam laporan Bappenas dan Asian Development Bank (ADB)
Policies To Support The Development of Indonesia's Manufacturing Sector During
2020-2024.
Dalam skenario moderat, ADB dan
Bappenas menilai dalam periode tersebut komposisi struktural lapangan pekerjaan
serta perkembangan sektor manufakturnya relatif sama. Skenario terburuk
memperlihatkan kondisi di mana pangsa penciptaan lapangan kerja dari sektor
manufaktur semakin berkurang. Bahkan, industri manufaktur tidak lagi menjadi
mesin pendorong pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, skenario optimistis
memperhitungkan peran sektor manufaktur yang berhasil menjadi motor pertumbuhan
ekonomi Indonesia dengan menjamurnya industri berdaya saing yang tinggi.
Laporan ADB dan Bappenas tersebut
mengungkapkan sumber kesulitan Indonesia untuk mencapai pertumbuhan di atas 6%
adalah menciutnya demografis penduduk di Indonesia seiring berkurangnya
pertumbuhan populasi usia kerja yang turut memberatkan efek positif dari
pertumbuhan produktivitas tenaga kerja.
Menurut laporan ini, Indonesia bisa
mencapai rata-rata pertumbuhan 7,9% dengan catatan, yaitu pertumbuhan ekonomi
pada 2019-2021 harus berada di atas 8% dan pangsa lapangan pekerjaan dari
sektor manufaktur harus mencapai 19%-26%.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala
Bappenas Bambang P.S. Brodjonegoro
mengatakan sebenarnya pihaknya memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
periode 2020-2024 sekitar 5,4%-5,7%.
"5,4%-5,7% itu rata-ratanya,
tetapi pertumbuhan selama periode tersebut bisa saja berada di bawah 5,4% atau
di kisaran 6%," ungkap Bambang dalam sesi jumpa pers selepas peluncuran
laporan ADB-Bappenas, Jumat (8/2/2019).
Menurutnya, pertumbuhan dalam
kisaran tersebut memiliki banyak upaya yang harus ditempuh. Salah satunya,
Indonesia harus mendorong sektor manufaktur sebagai pendorong pertumbuhan.
Produk manufaktur Indonesia harus dapat masuk ke dalam global value chain. "Jadi target utamanya adalah bagaimana
membawa produk Indonesia agar bisa masuk ke pasar manufaktur global," ujar
Bambang.
Salah satu yang bisa ditempuh adalah
dengan meningkatkan nilai tambah sumber daya alam yang banyak dimiliki di Tanah
Air.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Anton Gunawan menilai Indonesia tidak harus serta merta beralih dari
eksportir sumber daya alam menjadi eksportir barang jadi hasil industri
manufaktur.
"Kita bisa tetap mengembangkan
manufaktur tetapi yang based-nya natural resources," kata Anton. Dia mencontohkan cobalt yang bisa diolah
sebagai bahan baku baterai.
Untuk masuk ke global value chain,
Anton menilai Indonesia tidak harus mengekspor bahan jadi. Bahan antara atau
barang setengah jadi juga dapat diberdayakan, selama barang tersebut memiliki
kualitas yang bagus.
Sumber : Bisnis, 09.02.19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar