JAKARTA, KOMPAS.com — Dana Moneter Internasional menilai, ekonomi Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang mengagumkan. Penguatan rupiah dan kenaikan impor barang modal serta aliran dana asing menunjukkan geliat ekonomi riil. Indonesia dapat tumbuh lebih dari 6 persen.
Demikian disampaikan Perwakilan Senior Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) Jakarta Milan Zavadjil di Jakarta, Selasa (3/5/2011).
Menurut Zavadjil, penguatan rupiah masih akan berlangsung ke depan. Namun, dia enggan mengungkapkan sampai tingkat berapa rupiah akan menguat.
Nilai tukar rupiah ditutup melemah tipis pada perdagangan Selasa. Rupiah, menurut kurs tengah Bank Indonesia, berada di posisi Rp 8.554 per dollar AS atau melemah tiga poin dibandingkan dengan periode perdagangan sebelumnya yang ada di Rp 8.551 per dollar AS. Tertekannya rupiah ini seiring dengan menguatnya dollar AS di beberapa kawasan.
Menurut Zavadjil, penguatan rupiah dipicu membaiknya perekonomian Indonesia. Permintaan pasar domestik dan regional yang meningkat membuat kinerja perdagangan tumbuh signifikan. "Semakin banyak dana asing masuk ke Indonesia dan ini potensi untuk menjadi sumber pembiayaan investasi baru juga bagi pemerintah. Isu penting saat ini adalah bagaimana mengalihkan dana jangka pendek menjadi jangka panjang lewat investasi riil. Bisa lewat pemerintah untuk membangun infrastruktur," ujarnya.
IMF, kata Zavadjil, menyarankan pemerintah mengembangkan lembaga keuangan bukan bank untuk menyerap lebih banyak dana asing tersebut. Asuransi sosial bisa menjadi salah satu solusi.
Secara terpisah, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengemukakan, pemerintah memperoleh manfaat maksimal dari tren nilai tukar rupiah yang semakin menguat. Penguatan rupiah, yang bisa saja mencapai Rp 8.300 per dollar AS, menjadi tanda kekuatan perekonomian Indonesia yang diakui negara lain.
Menurut Hatta, kecenderungan rupiah untuk menguat sangat besar sebab Indonesia masih dipercaya akan menjadi tujuan investasi yang menarik dana segar dari pasar internasional. Hal itu dimungkinkan karena risiko berinvestasi di Indonesia dinilai semakin rendah.
"Internasional memandang perekonomian Indonesia terus membaik sehingga imbal hasil yang diminta (pemegang modal asing) terus turun hingga ke posisi sekarang yang ada di tingkat 5 persen. Selain itu, penguatan rupiah juga membuat pemerintah mampu menghemat, yakni Rp 350 miliar-Rp 400 miliar untuk penguatan setiap Rp 100 per dollar AS," ujar Hatta.
Daya tarik untuk investasi di Indonesia akan dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah pada kunjungan CEO and Chairman JP Morgan Chase & Co, Jamie Dimon, ke Indonesia kemarin. "JP Morgan adalah pengelola dana sebesar 2,1 miliar dollar AS yang mencari peluang untuk ditempatkan," kata Hatta.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi berpendapat, persepsi asing terhadap Indonesia memang meningkat signifikan. Namun, Sofjan mengingatkan semua pihak untuk tidak terlena.
Pemerintah harus segera menyelesaikan pekerjaan rumah, seperti infrastruktur, pasokan energi, harmonisasi peraturan pusat-daerah, dan kemudahan perizinan investasi jangka panjang. (HAM/OIN/BEN)
Demikian disampaikan Perwakilan Senior Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) Jakarta Milan Zavadjil di Jakarta, Selasa (3/5/2011).
Menurut Zavadjil, penguatan rupiah masih akan berlangsung ke depan. Namun, dia enggan mengungkapkan sampai tingkat berapa rupiah akan menguat.
Nilai tukar rupiah ditutup melemah tipis pada perdagangan Selasa. Rupiah, menurut kurs tengah Bank Indonesia, berada di posisi Rp 8.554 per dollar AS atau melemah tiga poin dibandingkan dengan periode perdagangan sebelumnya yang ada di Rp 8.551 per dollar AS. Tertekannya rupiah ini seiring dengan menguatnya dollar AS di beberapa kawasan.
Menurut Zavadjil, penguatan rupiah dipicu membaiknya perekonomian Indonesia. Permintaan pasar domestik dan regional yang meningkat membuat kinerja perdagangan tumbuh signifikan. "Semakin banyak dana asing masuk ke Indonesia dan ini potensi untuk menjadi sumber pembiayaan investasi baru juga bagi pemerintah. Isu penting saat ini adalah bagaimana mengalihkan dana jangka pendek menjadi jangka panjang lewat investasi riil. Bisa lewat pemerintah untuk membangun infrastruktur," ujarnya.
IMF, kata Zavadjil, menyarankan pemerintah mengembangkan lembaga keuangan bukan bank untuk menyerap lebih banyak dana asing tersebut. Asuransi sosial bisa menjadi salah satu solusi.
Secara terpisah, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengemukakan, pemerintah memperoleh manfaat maksimal dari tren nilai tukar rupiah yang semakin menguat. Penguatan rupiah, yang bisa saja mencapai Rp 8.300 per dollar AS, menjadi tanda kekuatan perekonomian Indonesia yang diakui negara lain.
Menurut Hatta, kecenderungan rupiah untuk menguat sangat besar sebab Indonesia masih dipercaya akan menjadi tujuan investasi yang menarik dana segar dari pasar internasional. Hal itu dimungkinkan karena risiko berinvestasi di Indonesia dinilai semakin rendah.
"Internasional memandang perekonomian Indonesia terus membaik sehingga imbal hasil yang diminta (pemegang modal asing) terus turun hingga ke posisi sekarang yang ada di tingkat 5 persen. Selain itu, penguatan rupiah juga membuat pemerintah mampu menghemat, yakni Rp 350 miliar-Rp 400 miliar untuk penguatan setiap Rp 100 per dollar AS," ujar Hatta.
Daya tarik untuk investasi di Indonesia akan dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah pada kunjungan CEO and Chairman JP Morgan Chase & Co, Jamie Dimon, ke Indonesia kemarin. "JP Morgan adalah pengelola dana sebesar 2,1 miliar dollar AS yang mencari peluang untuk ditempatkan," kata Hatta.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi berpendapat, persepsi asing terhadap Indonesia memang meningkat signifikan. Namun, Sofjan mengingatkan semua pihak untuk tidak terlena.
Pemerintah harus segera menyelesaikan pekerjaan rumah, seperti infrastruktur, pasokan energi, harmonisasi peraturan pusat-daerah, dan kemudahan perizinan investasi jangka panjang. (HAM/OIN/BEN)
Sumber : Kompas, 04.05.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar