Jalur pintas sepanjang 10,4 km itu berupa ruas yang menghubungkan Tanjungrasa-Cibungur diharapkan rampung tahun 2013, sehingga akselerasi industri--khususnya industri tekstil di Bandung dan sekitarnya--dapat segera dituntaskan.
"Dengan terwujudnya jalur pintas tersebut, layanan angkutan kereta api dari Cirebon ke Bandung dan sebaliknya dapat dilakukan secara langsung tanpa harus memutar ke Cikampek seperti selama ini," ujar Bambang Susantono, Wakil Menteri Perhubungan hari in.
Dia menyampaikan hal itu saat meninjau persiapan pelaksanaan pembangunan proyek tersebut di Stasiun Tunjungrasa, 12 km arah Timur Cikampek. Turut mendampingi Wamenhub a.l. Dirjen Perkeretaapian Dephub Tundjung Inderawan dan Sekwilda Jabar Lex Lesmana.
Arti strategis proyek yang dipersiapkan sejak 2004 dengan perkiraan investasi awal Rp200 miliar tersebut, menurut Bambang, sangat disadari oleh pemangku kepentingan di wilayah Provinsi Jabar, sehingga pemda setempat ikut memberikan komitmen a.l. Pembebasan lahan dan menjaga aset pada koridor lintasan kereta api.
"Kami menyiapkan anggaran sekitar Rp40 miliar untuk pembebasan lahan tersebut. Kami optimistis pembuatan jalur pintas double-track kereta api itu akan membawa manfaat positif bagi ekonomi Jawa Barat," ujar Lex pada kesempatan yang sama.
Selain membebaskan lahan, lanjutnya, Pemda Jabar juga mengembangkan terminal penampung batubara di Pelabuhan Cirebon senilai Rp30 miliar.
Menurut Dirjen Perkeretaapian, pemerintah pusat dan Pemda Jabar memang berkepentingan untuk membangun jalur pintas itu sebagai antisipasi meningkatnya konsumsi batubara oleh sejumlah industri di wilayah Bandung dan sekitarnya.
Sejumlah industri tekstil di kawasan itu, lanjutnya, kini cenderung mengalihkan konsumsi bahan bakar dari minyak solar ke batubara yang relatif lebih murah.
Saat ini, konsumsi batubara untuk industri di kawasan Bandung dan sekitarnya baru 2.500 ton per hari, yang harus diangkut oleh 800 unit truk. Jika konsumsi meningkat hingga 10.000 ton seperti diproyeksikan kalangan industri setempat, maka kebutuhan truk pengangkut batubara tersebut akan melonjak hingga 3.000-an unit.
Dengan volume pengangkutan batubara sebegitu besar, maka risiko kerusakan jalan raya, kemacetan, kecelakaan, dan peningkatan polusi akan semakin besar.
Selain itu, menurut Tundjung, "dengan volume pengangkutan oleh truk yang begitu banyak, jelas kurang efisien. Inilah peluang bagi kereta api untuk memberikan layanan yang efisien dan tentu saja harus kompetitif." (fh)
Sumber : Bisnis Indonesia, 19.05.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar