SAMPIT: Kegiatan bongkar muat di pelabuhan Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah lumpuh total dalam dua hari terakhir.
Abdul Rafiq Fanany, General Manager Cabang Sampit PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III, mengatakan kondisi itu sebetulnya sudah berlangsung sejak Senin lalu, namun puncak penghentian aktivitas bongkar muat terjadi pada kemarin (Rabu) dan hari ini.
“Terhentinya aktivitas bongkar muat di pelabuhan Sampit karena truk angkutan tidak beroperasi akibat tidak mendapatkan bahan bakar,” katanya hari ini.
Akibat tidak beroperasinya truk angkutan itu, pendistribusian bahan pokok dan sejumlah bahan bangunan tersendat.
“Penghasilan 450 orang buruh bongkar pelabuhan juga hilang karena tidak adanya aktivitas di pelabuhan Sampit,” tuturnya.
Menurut Fanany, kondisi itu sebetulnya tidak boleh terjadi, sebab jika dibiarkan terus berlarut-larut secara jangka panjang akan berdampak pada perekonomian Kabupaten kotawaringin Timur.
Permasalahan kelangkaan bahan bakar minyak di Kotawaringin Timur harus secepatnya diatasi secara bersama, baik itu oleh pihak aparat kepolisian, pemerintah daerah maupun pihak Depo Pertamina Cabang Sampit.
“Kami secepatnya akan menyampaikan permasalahan itu ke pemerintah daerah, sebab akibat kelangkaan BBM tersebut truk angkutan tidak dapat beroperasi dan seluruh kegiatan di pelabuhan Sampit menjadi lumpuh total,” kata Fanany.
Sekarang sudah ada tujuh kapal yang telah merapat kepalabuhan Sampit dan semuanya tidak dapat membongkar muatannya karena truk angkutannya tidak ada.
Jumlah kunjungan kapal ke pelabuhan Sampit sekarang juga sudah mulai berkurang dan mereka enggan ke pelabuhan Sampit karena bongkar muatannya terlalu lama akibat tidak adanya truk angkutan.
Secara riil PT Pelindo III Cabang Sampit sebagai pihak penyedia jasa kepelabuhan memang tidak dirugikan secara langsung, tapi dampak dari terhentinya aktivitas di pelabuhan Sampit itu masyarakatlah yang merasakan.
Kerugian besar akan dialami pihak pemilik kapal apabila muatannya tidak segera di bongkar, sebab mereka akan terus mengeluarkan biaya operasional meski hanya sekedar sandar di pelabuhan.
Dampaknya sekarang mulai terjadi, bahan bangunan seperti semen saat ini sudah mengalami kenaikan. Untuk semen dengan berat 40 kilogram yang semula di pasaran dijual seharga Rp43 ribu per saknya sekarang naik menjadi Rp50 ribu.
Sementara salah seorang awak kapal Hosanna berasal dari gresik dengan muatan 1000 ton pupuk mengaku sudah dua hari kapam mereka merapar di pelabuhan Sampit, namun muatannya tidak dapat dibongkar karena truk angkutannya tidak ada.
“Kami sudah berupaya mencari truk angkutan, tapi usaha kami sia-sia sebab para sopir truk angkutan beralasan kendaraannya tidak dapat jalan karena tidak ada bahan bakarnya,” terangnya.
Dirinya bersama awak kapal lainnya hanya bisa pasrah dan menunggu hingga ada truk angkutan yang bersedia mengangkut muatan kapal ke gudang.
Terpisah salah seorang buruh bongkar muat di pelabuhan Sampit, Naryo mengaku terpaksa harus alih profesi dan mencari pekerjaan lain dengan menjadi buruh angkut barang di pasar karena tidak adanya aktivitas di pelabuhan.
“Kami harap kondisi itu tidak berlangsung lama, sebab menjadi buruh angkut barang di pasar penghasilan kami tidak menentu, sementara kebutuhan istri dan anak kami harus tetap terpenuhi,” ungkapnya.
Dikatakannya, alih profesi juga dijalani oleh rekan lainnya sesama buruh bongkar muat di pelabuhan, ada yang menjadi tukang ojek, menarik becak dan menjadi kuli bangunan. (sut)
Sumber : Bisnis Indonesia, 12.05.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar