BOGOR,KOMPAS.com
- Ekonom
Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih menilai nilai tukar rupiah
sudah terdepresiasi cukup dalam. Menurut
dia, penurunan ini lebih tinggi jika dibandingkan negara Jepang yang memang
sengaja melemahkan mata uangnya.
"Rupiah
di antara mata uang asing paling dalam terdepresiasi. Padahal kita tidak
sengaja dilemahkan. Tidak ada pengumuman resmi pemerintah maupun BI untuk
melemahkan rupiah. Tapi rupiah lebih lemah dari Yen yang sengaja
dilemahkan," jelas Lana dalam Media Workshop oleh PT Asuransi Jiwa
Generali Indonesia, di Bogor, Senin (16/3/2015).
Lana
mengatakan, tren penurunan ini perlu diwaspadai lantaran menurut dia tidak
biasanya dalam 2 bulan rupiah melemah lebih dari Rp 500.
Lebih
lanjut lagi, ia mengatakan Indonesia perlu mewaspadai pergerakan The
Fed (Bank Sentral). "Kita mesti antisipasi dari The Fed. Kalau
sudah terkena itu (The Fed) mau dibawa ke berapa rupiah, nanti semakin tidak
menarik. IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) return-nya hanya 4 persen, rupiah
melemah 6 persen, praktis pegang saham tidak menguntungkan untuk investor
asing," kata Lana.
Soal
intervensi, Lana mengatakan Bank Indonesia tidak hanya bisa melakukan
intervensi terhadap dollar, melainkan juga kepada rupiah. "Seperti menarik
jumlah rupiah melalui sertifikat deposito BI, jadi BI Rate tidak perlu naik.
Bisa juga menaikkan (rate) Fasilitas Simpanan Bank Indonesia
(FASBI)," jelas Lana.
Selain
itu kata dia, masih banyak instrumen moneter lainnya yang dapat dilakukan BI,
seperti menaikkan giro wajib minimum.
Lana
menambahkan, cadangan devisa Indonesia untuk melakukan intervensi, dinilai
masih cukup untuk menjalankan alternatif-alternatif tersebut.
Terkait
kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE), Lana menilai implementasinya harus
dipercepat. Menurut dia, hal tersebut bisa terjadi jika para menteri turut
turun tangan dalam melaksanakan kebijakan ini.
"Itu
menteri-menterinya harus turun, jangan cuma dikantor. Harus menghimbau pada
eksportir di tingkat kementerian masing-masing bahwa DHE jangan di tahan-tahan,
sekarang kan boleh sampai 6 bulan, ini harus dipercepat paling tidak 2 bulan
sudah masuk," kata Lana.
Lana
menambahkan, sudah saatnya para eksportir tersebut membantu pemerintah.
Ditambah lagi, kata dia, Indonesia perlu mengantisipasi peluang kenaikkan suku
bunga The Fed di bulan Juni. "Karena kita butuh cepat antisipasi untuk
bulan Juni," ucapnya.
Seperti
dikutip dari data Bloomberg, di pasar spot mata uang Garuda ini pada
perdagangan kemarin ditutup melorot ke posisi Rp 13.245 per dollar AS.
Sementara
kurs JISDOR Bank Indonesia Senin (16/3/3015), berada pada posisi 13.237 melemah
dibanding sebelumnya di level 13.191.
Sumber
: Kompas, 17.03.15.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar