Bisnis.com,
Pria ternyata lebih sering melakukan pengecekan terhadap smartphonenya jika
dibandingkan dengan kaum perempuan, karena tingginya rasa ketakutan ketinggalan
berita menarik di Internet dan jejaring sosial atau yang biasanya disebut
dengan fear of missing out (FoMo).
Fear
of missing out (FoMo) dewasa ini telah mengalami pergeseran makna, dari istilah
yang sebenarnya adalah phobia atau rasa ketakutan berlebihan
ketinggalan berita maupun kabar di dunia nyata, kini beralih jadi ketakutan
ketinggalan berita di sosial media
Survei
yang telah dirilis oleh MyLife.com menyebutkan sebesar 56%
orang takut kehilangan informasi, berita dan update status di sosial media
Facebook maupun Twitter jika berada jauh dari Internet. Kemudian, sekitar 26%
diantaranya bahkan rela lupa makan, minum dan merokok hanya untuk mendapatkan
akses ke akun media sosial miliknya.
Menurut
Dr
Andy Przybylski, Ketua Tim Peneliti FoMO dari University of Essex, Inggris
peningkatan penggunaan media sosial seperti Facebook dan Twitter diyakini akan
menawarkan semacam jendela baru untuk melihat ke dalam kehidupan orang lain.
“Tapi
bagi orang yang memiliki kadar FoMO tinggi, hal ini bisa menimbulkan masalah
karena mereka cenderung selalu mengecek akun media sosialnya untuk melihat apa
saja yang dilakukan teman-teman mereka hingga mereka rela mengabaikan
aktivitasnya sendiri,” katanya.
FoMo
lebih dominan menjangkiti kaum pria, karena berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Kaspersky Lab, peserta penelitian yang berada di ruang tunggu
sendirian rata-rata hanya mampu bertahan selama 44 detik sebelum menyentuh
smartphone mereka. Pria bahkan tidak mampu bertahan lebih dari setengah waktu
ini untuk menyentuh smartphonenya.
Rata-rata
pria hanya mampu menunggu selama sekitar 21 detik untuk kemudian langsung
mengecek smartphonenya, sedangkan perempuan mampu menunggu lebih lama, hingga
57 detik. Selain itu, peserta yang telah diberikan waktu selama 10 menit,
rata-rata menggunakan smartphonenya sekitar lima menit.
Hal itu menunjukkan
dewasa ini seseorang sangat bergantung pada perangkat mobile sebagai alat
pengingat, misalnya menggunakan perangkat mobile tidak perlu mengingat fakta
lagi.
Mayoritas
pengguna, misalnya, saat ini tidak perlu lagi mengingat nomor telepon pasangan
mereka, tetapi masih bisa mengingat nomer telepon rumah ketika berumur sepuluh
tahun.
Menurut
Jens Binder dari University of Nottingham Trent, temuan Kaspersky Lab ini
menunjukkan seseorang sangat terikat dengan smartphone yang dimilikinya,
khususnya untuk kaum pria. Dirinya menuturkan kecepatan informasi dan interaksi
yang disampaikan melalui perangkat digital ini membuatnya lebih dari sekedar
teknologi semata, tetapi sudah seperti pendamping digital dan koneksi bagi
penggunanya ke dunia luar.
“Penelitian
menunjukkan bahwa pada kenyataannya kita terikat jauh lebih dalam lagi pada
smartphone, dibandingkan yang kita sadari, dan telah menjadi sifat kedua kita
untuk beralih ke smartphone ketika ditinggal sendirian bersama perangkat
digital tersebut,” ujarnya.
Penelitian
yang dilakukan Kaspersky Lab tadi juga telah mengkonfirmasi stres yang
disebabkan oleh penggunaan smartphone terlalu lama, ternyata tidak memiliki
pengaruh besar pada tingkat kesejahteraan penggunanya secara umum.
Pasalnya,
ketika peserta ditanya mengenai tingkat kebahagiaan mereka secara keseluruhan,
tidak ditemukan perbedaan antara pengguna yang sering dan jarang menggunakan
smartphone. Astrid Carolus dari University of Würzburg mengatakan pengguna
aktif perangkat mobile dewasa ini akan semakin takut ketinggalan berita menarik
di Internet dan jejaring sosial pada saat tidak mengakses perangkat digital
tersebut.
“Sulit
mengatakan mana diantara keduanya yang menyebabkan hal tersebut, apakah kita
menggunakan smartphone lebih sering karena kita merasa takut ketinggalan berita
menarik di Internet dan jejaring sosial atau takut tidak eksis, atau apakah
karena terlalu seringnya kita menggunakan smartphone sehingga memunculkan
perasaan khawatir tersebut,” tukasnya.
Karena
itu, mulai saat ini kurangilah penggunaan sosial media agar tidak menjadi candu
di kemudian hari dan di cap sebagai fear of missing out (FoMo).
Sumber
: Bisnis Indonesia, 11.07.16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar