Bisnis.com, JAKARTA -- Indonesia
National Shipowner Association, INSA, menilai implementasi beyond cabotage
atau kewajiban penggunaan kapal nasional untuk angkutan luar negeri bakal
mencontoh penerapan asas cabotage. Penerapan beyond cabotage juga bakal
memberdayakan armada kapal nasional.
Sekretaris Umum DPP INSA Budhi Halim mengatakan penerapan asas cabotage atau kewajiban
penggunaan kapal nasional untuk angkutan domestik dilakukan secara bertahap
lewat sebuah peta jalan atau roadmap.
Dia menerangkan, penerapan asas
cabotage membuat armada pelayaran nasional tumbuh pesat. Jumlah armada nasional
melonjak dari 6.041 unit sejak 2005 menjadi 24.046 unit pada 2016. Dengan kata
lain, jumlah armada kapal dalam negeri naik 4 kali lipat dalam kurun waktu 11
tahun terakhir.
Sejalan dengan kenaikan jumlah
armada, kapasitas angkut juga melesat. Pada 2005, kapasitas angkut hanya
tercatat 5,67 juta GT dan meroket menjadi 38,5 GT pada 2016. Artinya, kapasitas
angkut kapal dalam negeri melonjak hampir tujuh kali lipat dalam periode
2005-2016.
Peningkatan kapasitas pada armada
pelayaran dalam negeri membuat perusahaan pelayaran dalam negeri bisa melayani
total kargo sebanyak 621 juta ton pada 216.
“Kebijakan asas cabotage dapat
menjadi tolak ukur untuk implementasi program beyond cabotage dalam rangka
memberdayakan angkutan laut Indonesia,” ujar Budhi di Jakarta, Minggu
(11/3/2018).
Untuk diketahui, penerapan
asas cabotage tertuang dalam Inpres No. 05/2005 tentang Pemberdayaan Industri
Pelayaran Nasional Angkutan Laut Dalam Negeri. Aturan ini kemudian
diafirmasi dalam Undang-undang No. 17/2008 tentang Pelayaran.
Sementara itu, penerapan beyond
cabotage tertuang dalam Permendag No.82/2017 yang mengatur Ketentuan
Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang
Tertentu.
Beleid ini merupakan kebijakan
turunan dari Paket Kebijakan Ekonomi XV yang menyasar sektor logistik nasional.
Budhi mengatakan, Permendag
No.82/2017 kini menjadi tantangan bagi INSA yang tahun ini menggapai usia 50
tahun atau usia emas. Tantangan itu muncul karena jumlah armada nasional untuk
angkutan ekspor tidak cukup memadai. Walhasil, muatan ekspor masih didominasi
angkutan laut asing dengan pangsa 90%.
Sehubungan dengan beleid ini,
Kementerian Perdagangan telah memfasilitasi para pelaku usaha terkait, misalnya
INSA, APBI dan GAPKI, untuk bersama-sama menyusun roadmap dengan memetakan
volume cargo (batu bara dan CPO ), negara tujuan ekspor, jenis, ukuran, dan
jumlah kapal yang harus disiapkan.
Budhi menambahkan, pelayaran
nasional harus meningkatkan daya saing untuk melayani angkutan ekspor. Untuk
itu dia berharap pemerintah bisa memberikan kebijakan yang bersifat equal
treatment bagi pelayaran nasional, seperti yang diterapkan negara lain terhadap
industri pelayaran mereka.
Sumber : Bisnis Indonesia, 11.03.18.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar