Bisnis.com, JAKARTA - India memasuki resesi yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat dari kontraksi ekonomi selama tiga bulan hingga September 2020. Kontraksi tersebut merupakan efek dari karantina wilayah untuk menekan penyebaran Covid-19.
Melansir
Bloomberg pada Sabtu (28/11/2020), Kementerian Statistik
India menyatakan
produk domestik bruto (PDB) turun 7,5 persen kuartal lalu dari tahun lalu.
Penurunan tersebut lebih ringan dari perkiraan sebesar 8,2 persen menurut para
ekonom dalam survei Bloomberg,
Walaupun
masih mengalami penurunan, PDB India mengalami peningkatan yang nyata dari
rekor kontraksi 24 persen pada kuartal sebelumnya.
Perdana Menteri Narendra Modi memberlakukan
salah satu karantina wilayah paling ketat di dunia pada Maret 2020 dan melemahkan
permintaan untuk barang dan jasa.
Terlepas
dari langkah-langkah untuk membendung pandemi, negara itu sekarang menjadi
rumah bagi infeksi Covid-19 tertinggi kedua setelah AS dengan 9,3 juta kasus.
Penurunan PDB triwulanan kedua berturut-turut, mendorong ekonomi terbesar
ketiga di Asia itu ke dalam resesi teknis pertamanya dalam catatan sejak tahun
1996.
Jasa
keuangan dan real estat - di antara komponen terbesar dari sektor jasa dominan
India - menyusut 8,1 persen kuartal terakhir dari tahun lalu, sementara
perdagangan, hotel, transportasi dan komunikasi turun 15,6%. Manufaktur naik
0,6 persen, listrik dan gas meningkat 4,4 persen dan pertanian tumbuh 3,4
persen.
“PDB
kurang lebih sesuai dengan arah yang diharapkan, meskipun lebih baik dari yang
diharapkan. Fakta bahwa kami berada di zona negatif dan akan demikian pada
kuartal berikutnya juga merupakan indikasi dari masa-masa sulit di depan,"
” kata Madan Sabnavis, kepala ekonom di Care Ratings Ltd.
Obligasi
negara turun Jumat menjelang rilis data, dengan imbal hasil obligasi patokan
10-tahun naik 4 basis poin menjadi 5,9 persen, sementara rupee turun 0,2 persen
menjadi US$74,04.
Krishnamurthy Subramanian, kepala penasihat
ekonomi pemerintah, mengatakan kepada wartawan bahwa pengumuman kali
ini cukup menggembirakan mengingat pandemi masih belum usai dan dibandingkan
dengan kinerja kuartal sebelumnya jauh lebih baik.
Pemerintah
dan bank sentral masing-masing telah bekerja untuk mendukung perekonomian,
dengan total stimulus mencapai sekitar 30 triliun rupee (US$405 miliar), atau
15 persen dari PDB. Reserve Bank of India, yang telah memangkas suku bunga
sebesar 115 basis poin tahun ini, akan meninjau kebijakan moneter minggu depan,
dengan sikap yang diperkirakan akan tetap akomodatif dalam waktu dekat.
Untuk
saat ini, stimulus, bersama dengan permintaan musim festival, telah membantu
memacu aktivitas ekonomi, membantu secara perlahan menggantikan kekhawatiran
tentang kedalaman resesi India dengan optimisme bahwa pemulihan sedang
berlangsung.
Sejumlah
indikator dari penjualan mobil hingga aktivitas sektor jasa mencatatkan lebih
tinggi di bulan Oktober, sementara data alternatif menandakan permintaan yang
kuat dalam perekonomian yang terutama didorong oleh konsumsi domestik.
Sumber : Bisnis, 28.11.2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar