JAKARTA, KOMPAS.com —
Pemerintah tampaknya kian serius membahas penyederhanaan nilai mata uang rupiah
tanpa mengubah nilai tukarnya. Hal ini dikenal dengan kata
"redenominasi". Letak penyederhanaannya yakni penghilangan beberapa
digit angka nol. Jika diusut dari pemberitaan sebelumnya, upaya redenominasi
ini digagas oleh Bank Indonesia pada tahun lalu (2010).
Gubernur Bank Indonesia
Darmin Nasution pernah menyebutkan tujuan kebijakan ini akan menyederhanakan
sistem akuntasi dalam sistem pembayaran. "Dalam redenominasi, baik nilai
uang maupun barang, hanya dihilangkan beberapa angka nolnya. Dengan demikian,
redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti
pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran," ujar Darmin, tahun lalu.
Masyarakat sempat khawatir
karena mengira redenominasi ini merupakan pemotongan nilai uang. Terhadap hal
ini, Darmin pun menegaskan, masyarakat tidak perlu khawatir. Redenominasi dan pemotongan nilai uang atau
juga disebut sanering merupakan dua hal yang berbeda.
Redenominasi tidak hanya
menjadi perhatian masyarakat awam. Pelaku usaha hingga DPR pun turut
berkomentar. Pelaku usaha pernah menyatakan kewalahan karena harus melakukan
perubahan harga. Tidak mudah memang mengganti seluruh harga barang. Apalagi
pemberian harga menggunakan angka "psikologis", misalnya Rp 8.979.
Pada tahun 2010 DPR pun sempat
menolak upaya BI ini. Anggota Komisi VI DPR,
Airlangga Hartarto, menyebutkan, redenominasi hanya akan meresahkan
masyarakat. Atas dasar ini, DPR pun menolak usulan BI ini. "Kalau hanya
membuat resah, kenapa harus kami setujui. Redenominasi tersebut juga diyakini
bisa mengacaukan sistem ekonomi jika tidak dilakukan sosialisasi dengan
baik," ujar Airlangga.
Bagaimanapun reaksi sejumlah
pihak, kini redenominasi bukan hanya sekadar wacana seperti yang digulirkan
pada tahun lalu. Bentuknya telah berupa Rancangan Undang-Undang (RUU)
Redenominasi Uang. RUU ini sedang dalam tahap harmonisasi di tingkat
pemerintah. Dari pemerintah, RUU ini akan dibawa dan dibahas di DPR.
"Jadi dari Bank
Indonesia, pemerintah, kami (Kemkeu-Red) telah koordinasi dan kami telah
masukkan RUU redenominasi uang ke
Kementerian Hukum dan HAM. Nanti kalau sudah harmonisasi, kami akan ke DP. Kami
harapkan bisa dibahas 2012," tutur Menteri Keuangan (Menkeu) Agus
Martowardojo di Jakarta, Selasa (6/12/2011).
Setelah jadi UU, kata Agus, redenominasi
baru efektif diberlakukan setelah 10 tahun kemudian. Apa yang akan dilakukan
selama satu dekade? Sosialisasi, transisi, penarikan mata uang lama, dan
penghapusan tanda redenominasi di mata uang. Lama memang, tapi pemerintah
optimistis upaya ini adalah suatu hal yang baik dan perlu didukung. Indonesia
akan belajar dari negara-negara yang telah melakukannya. "Kita harapkan
untuk Indonesia bisa berhasil," ungkap Agus.
Berikut tahapan
redenominasi:
2011-2012 : Sosialisasi
2013-2015 : Masa Transisi
2016-2018 : Penarikan Mata Uang Lama
2019-2022 : Penghapusan Tanda Redenominasi
di Mata Uang dan Proses Redenominasi Selesai.
Sumber : Kompas, 09.12.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar