JAKARTA: Divestasi PT Bank Mutiara Tbk, dahulu Bank Century, sulit terlaksana pada tahun depan dikarenakan harga jual yang ditetapkan masih terlalu tinggi dibandingkan dengan nilai buku perseroan.
Maryono, Direktur Utama Bank Mutiara, mengatakan demi mengejar harga jual Rp6,7 triliun yang ditetapkan Lembaga Penjamin Simpanan sebagai pemilik, perseroan harus memiliki ekuitas sebesar Rp1,8 triliun dan rasio harga saham terhadap nilai buku (price to book value/PBV) 4 kali.
Padahal, kondisi Bank Mutiara saat ini masih jauh dari rasio-rasio minimal tersebut. Misalnya, ekuitas perseroan baru mencapai Rp1,01 triliun pada akhir 2011. Lebih sulit lagi adalah rasio harga saham untuk dapat memenuhi minimal 4 kali PBV, mengingat rata-rata PBV perbankan nasional saat ini hanya 2,2 kali.
Karena itu, Bank Mutiara agak sulit untuk bisa terjual tahun depan. "Namun tidak tertutup kemungkinan akan ada calon pembeli yang berminat,” ujarnya hari ini, Rabu, 28 Desember 2011.
Keyakinan Maryono tentang adanya peluang peminat itu didukung oleh pengalamannya sebagai bankir, bahwa pertimbangan investor dalam membeli bank bukan hanya terletak terhadap PBV, tetapi juga kondisi dari bank tersebut, seperti jumlah cabang dan nasabah yang dimiliki.
“Investor tidak [hanya] melihat PBV ansich. Bisa saja PBV kecil tapi dia memiliki kelebihan dari nasabah dan jumlah cabang, sehingga dia bisa membeli 5—6 kali dari PBV,” jelasnya.
Pada tahun depan LPS akan kembali melakukan divestasi Bank Mutiara setelah tahun lalu gagal dijual akibat tiga calon investor tidak memenuhi persyaratan.
Menurut undang-undang LPS, harga jual Bank Mutiara harus sebesar nilai penyertaan modal sementara Rp6,7 triliun yang disuntikkan pada 2008 lalu.
Namun, apabila dalam dua kali penawaran divestasi tidak dapat mencapai nilai optimal, pada penawaran ketiga yang diproyeksi pada 2013, Bank Mutiara akan dijual dengan harga tertinggi. (dba)
Sumber : Bisnis Indonesia, 28.12.11.
Maryono, Direktur Utama Bank Mutiara, mengatakan demi mengejar harga jual Rp6,7 triliun yang ditetapkan Lembaga Penjamin Simpanan sebagai pemilik, perseroan harus memiliki ekuitas sebesar Rp1,8 triliun dan rasio harga saham terhadap nilai buku (price to book value/PBV) 4 kali.
Padahal, kondisi Bank Mutiara saat ini masih jauh dari rasio-rasio minimal tersebut. Misalnya, ekuitas perseroan baru mencapai Rp1,01 triliun pada akhir 2011. Lebih sulit lagi adalah rasio harga saham untuk dapat memenuhi minimal 4 kali PBV, mengingat rata-rata PBV perbankan nasional saat ini hanya 2,2 kali.
Karena itu, Bank Mutiara agak sulit untuk bisa terjual tahun depan. "Namun tidak tertutup kemungkinan akan ada calon pembeli yang berminat,” ujarnya hari ini, Rabu, 28 Desember 2011.
Keyakinan Maryono tentang adanya peluang peminat itu didukung oleh pengalamannya sebagai bankir, bahwa pertimbangan investor dalam membeli bank bukan hanya terletak terhadap PBV, tetapi juga kondisi dari bank tersebut, seperti jumlah cabang dan nasabah yang dimiliki.
“Investor tidak [hanya] melihat PBV ansich. Bisa saja PBV kecil tapi dia memiliki kelebihan dari nasabah dan jumlah cabang, sehingga dia bisa membeli 5—6 kali dari PBV,” jelasnya.
Pada tahun depan LPS akan kembali melakukan divestasi Bank Mutiara setelah tahun lalu gagal dijual akibat tiga calon investor tidak memenuhi persyaratan.
Menurut undang-undang LPS, harga jual Bank Mutiara harus sebesar nilai penyertaan modal sementara Rp6,7 triliun yang disuntikkan pada 2008 lalu.
Namun, apabila dalam dua kali penawaran divestasi tidak dapat mencapai nilai optimal, pada penawaran ketiga yang diproyeksi pada 2013, Bank Mutiara akan dijual dengan harga tertinggi. (dba)
Sumber : Bisnis Indonesia, 28.12.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar