JAKARTA: Dua perusahaan migas raksasa yaitu BUMN
China, Sinochem, dan perusahaan migas yang terdaftar di Inggris, Gulfsands
Petroleum, akhirnya sepakat menutup operasi di Suriah mengikuti sanksi dari Uni
Eropa.
Seperti dikutip dari
Jerusalem Post malam ini, Gulfsands menyetujui melakukan penghentian operasi
menyusul Uni Eropa yang akhirnya menetapkan sanksi keras terhadap tindakan
keras pada pemberontakan melawan pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.
Gulfsands sesungguhnya
adalah operator besar di bisnis sedot minyak. Sebelumnya perusahaan ini
bermarkas di Houston namun pindah ke Inggris pada 2008 untuk menghindari sanksi
AS pada Rami Makhlouf, sepupu Assad.
Meski sepakat menghentikan
operasi, Gulfsands Petroleum menyatakan akan mempertahankan kehadiran mereka di
Suriah.
Sementara itu, Sinochem
sampai berita ini dibuat masih bungkam. Kemungkinan besar karena pemerintah
China secara resmi menolak pemberian sanksi ekonomi bagi Suriah.
Sinochem terikat sanksi Uni
Eropa karena membeli saham blok operasi di Suriah dari perusahaan migas Emerald
Energ yang terdaftar di Inggris.
Meski negerinya masih kacau
balau, BUMN Migas Suriah, General Petroleum Corporation (GPC), tetap
melanjutkan produksi minyak dari blok eksplorasi di Blok 26.
Analisis melihat kemungkinan
harga minyak segera naik mengingat dari seluruh impor minyak Eropa, 95% berasal
dari Suriah.
Shell (Belanda) dan Total
(Prancis) merupakan dua pemain besar di Suriah. Dalam sehari Suriah memproduksi
400.000 barel yang dikelola BUMN migas Suriah, Sytrol dan Mahrukat.
IMF mencatat dalam sehari
ada 148.000 barel minyak mentah jenis 'Souedie' Suriah senilai 2,1 miliar euro
yang diekspor ke Eropa untuk diolah oleh perusahaan-perusahaan di Jerman,
Italia, Perancis dan Belanda.
Kondisi Suriah yang tak
pasti juga akan membuat mega proyek jalur pipa gas alam sepanjang 3.100 mil
melintasi Iran ke Irak, Suriah, dan negara-negara Eropa yang dijadwalkan
dibangun Maret 2012 akan terganggu.
Padahal pipa gas yang
diminati tujuh investor internasional dan telah disepakati ketiga negara
tersebut dengan nilai kontrak US$10 miliar itu akan mengangangkut 110 juta
meter kubik gas alam dari Iran Selatan ke Eropa dan pabrik petrokimia di Irak.
Jadi, mau percaya atau
tidak, siap-siap saja harga minyak naik.
Sumber : Bisnis Indonesia, 12.12.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar