Berkali-kali di dalam berbagai kesempatan, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) R.J. Lino mengeluarkan peringatan mengenai dampak lambatnya penanganan barang dan rendahnya produktivitas bongkar muat di pelabuhan terhadap daya saing logistik nasional.
Menurut dia, penanganan barang yang lamban dan produktivitas yang rendah menyebabkan biaya logistik melalui laut meningkat yang pada akhirnya berpengaruh terhadap daya logistik nasional.
Sebagai gambaran, tarif pengiriman peti kemas dari Tanjung Priok ke sejumlah pelabuhan di Papua berada pada level Rp19 juta hingga Rp20 juta per TEUs. "Padahal masih dapat ditekan lebih signifikan," katanya.
Pantas jika banyak pelaku usaha yang menilai biaya logistik nasional masih sangat tinggi, bahkan kini cost of logistic Indonesia diperkirakan berkisar antara 25%-30% dari produk domestik bruto (PDB) nasional.
Hal itu sejalan dengan Laporan Logistic Performance Index (LPI) yang dikeluarkan Bank Dunia pada 2010. Laporan itu menempatkan daya saing logistik Indonesia berada pada posisi 75 dari 155 negara, turun dibandingkan dengan 2007 yang berada pada rangking 43 dari 150 negara di dunia.
Peringkat daya saing logistik Indonesia itu turun karena kemampuan komponen-komponennya terus memburuk. Misalnya rangking layanan kepabeanan berada di urutan 72 dunia, sedangkan rangking infrastruktur dan international shipments masing-masing berada di posisi 69 dan 80 dunia.
Pada bagian komponen kualitas dan kompetensi logistic, Indonesia berada pada rangking 92 dunia, sedangkan pelayanan tracking dan tracing serta timelines masing-masing ada di urutan 80 dan 69 dunia. Padahal jika daya saing komponen-komponen tersebut ditingkatkan, posisi Indonesia akan jauh membaik.
Tidak seimbang
Hingga 2010, kondisi pelabuhan di wilayah kerja PT Pelindo II (Persero) semakin kalah bersaing, bahkan produktivitas bongkar muat terus merosot. Berdasarkan data PT Pelindo II, total waktu pelayanan pengusahaan alat di pelabuhan yang dikelola perseroan itu mencapai 4.950 jam dengan jumlah barang yang dibongkar dan muat sebanyak 1,18 miliar ton.
Dibandingkan dengan periode yang sama 2009, telah terjadi penurunan cukup signifkan. Dari sisi waktu, kemampuannya turun sebesar 12,52%, sedangkan dari sisi barang yang dibongkar maupun dimuat, juga turun 28,06%. Penyebab utamanya adalah turunnya kemampuan alat bongkar muat di pelabuhan.
Kondisi itu memberikan tekanan yang signifikan terhadap pendapatan perusahaan. Tercatat pendapatan usaha dari pelayanan pengusahaan alat selama 2010 mencapai Rp25,94 miliar, lebih rendah 17,08% dibandingkan dengan realisasi 2009 sebesar Rp31,28 miliar.
Di lihat dari produksi pelayanan jasa terminal peti kemas, selama 2010 secara keseluruhan tidak terlalu berbeda dibandingkan dengan 2009, meskipun cenderung menurun. Produksi operasi kapal dan operasi lapangan masing-masing turun 6,37% dan 6,05%.
Adapun tingkat produktivitas layanan penumpukan dan stripping/stuffing mengalami kenaikan sangat tipis. Secara keseluruhan pendapatan usaha pelayanan jasa terminal peti kemas pada 2010 mencapai Rp256,41 miliar, hanya naik tipis dibandingkan dengan periode 2009 sebesar Rp250,25 miliar.
Di tengah kemampuan peralatan bongkar muat yang menurun, trafik arus barang melalui dermaga umum, rede transport, dermaga untuk kepentingan sendiri (DUKS), pelabuhan khusus dan loading point justru meningkat 9,83% menjadi 117 juta ton dibandingkan dengan 2009, sedangkan arus peti kemas meningkat 18,64% menjadi 3,8 juta box atau melonjak 19,75% menjadi 5,1 juta TEUs.
Khusus di Pelabuhan Tanjung Priok, selama 2010 arus petikemas sudah mencapai 4,5 juta TEUs dan diperkirakan pada tahun-tahun berikutnya akan terus meningkat rata-rata sebesar 15%-20%. Selama 2011, arus peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok diproyeksikan mencapai 6 juta TEUs setelah sempat menembus angka 5 juta TEUs pada November 2011.
Dengan demikian, terjadi ketidakseimbangan antara arus barang yang cenderung meningkat dengan kemampuan produktivitas peralatan bongkar muat di pelabuhan yang terus merosot sehingga Indonesia berpotensi kehilangan kesempatan untuk mempercepat akselerasi pembangunan nasional.
Oleh karena itu, peningkatan produktivitas kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan wajib dilakukan jika Indonesia ingin memangkas biaya logistik nasional dan mengambil kesempatan yang lebih besar dalam persaingan perdagangan global. “Pelabuhan merupakan salah satu kunci program percepatan pembangunan perekonomian nasional,” kata Lino.
Modernisasi peralatan
Melihat ketidakseimbangan antara arus barang dan produktivitas pelabuhan, PT Pelindo II memulai langkah-langkah memodernisasi peralatan bongkar muat. Perseroan BUMN itu melakukan percepatan pembaruan dengan mendatangkan peralatan baru yang dimulai pada dua tahun terakhir dengan menggelontorkan dana yang tidak sedikit.
Total investasi yang dikeluarkan PT Pelindo II mencapai Rp6,6 triliun, masing-masing Rp1,1 triliun pada 2010 dan ditambah hingga Rp2,5 triliun pada 2011. Khusus pada 2012, PT Pelindo II (Persero) akan menambah dana investasi sebesar Rp3 triliun.
Sebanyak 45 unit alat bongkar muat senilai Rp769 miliar telah dipesan di pabrikan China bahkan sebagian peralatan baru itu telah terpasang. Peralatan bongkar muat seperti jenis Gantry Lufhing Crane dikerjakan di Qingdao, sedangkan peralatan Gantry Jip Crane dipesan pada pabrikan di Nanjing. Untuk Rail Mounted Gantry Crane dan Container Crane masing-masing dibuat di Wuxi.
Reputasi perusahaan yang mengerjakan konstruksi peralatan bongkar muat itu tidak perlu diragukan lagi karena telah menjadi pemasok peralatan sejenis di Pelabuhan Singapura, Tanjung Pelepas Malaysia, Hongkong Terminal International, Pelabuhan di Korea Selatan, Afrika Selatan dan Jakarta International Container Terminal (JICT).
Namun, untuk memastikan peralatan yang dipesan sudah sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, manajemen PT Pelindo II menunjuk dua perusahaan sertifikasi bertaraf internasional yakni Lloyd Register dan Bureau Veritas.
Kedua perusahaan itu dilibatkan dalam kegiatan pengawasan mulai dari perencanaan, kontruksi, pengiriman hingga pemasangan. Sebagai buktinya, kedua perusahaan surveyor itu menerbitkan sertifikat yang menyatakan barang yang dipasang sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
Daya saing logistik
Investasi peralatan bongkar muat merupakan bagian dari strategi PT Pelindo II untuk memaksimalkan potensi pendapatan dan menaikkan laba. Untuk diketahui, selama 2010, perseroan ini membukukan laba bersih sebesar Rp1,2 triliun, naik 30% dibandingkan dengan 2009 sebesar Rp944 miliar, sedangkan laba bersih 2011 diperkirakan mencapai Rp1,5 triliun.
Sekretaris Perusahan PT Pelindo II Rima Novianti mengatakan keseluruhan peralatan yang dipesan akan dipasang secara bertahap mulai Juli 2010. Pada awal semester II 2010 itu, telah dikirim 3 buah peralatan Container Crane, 10 Gantry Jiip Crane dan 3 Fixed Crane dari China bahkan sebagian sudah terpasang dan beroperasi pada akhir 2011.
Sisanya akan dikirim hingga 2012. Sedangkan sejumlah pelabuhan yang akan menerima kedatangan crane-crane baru tersebut adalah pelabuhan internasional Panjang, Boom Baru Palembang, Pontianak, Jambi, Pangkal Balam, Teluk Bayur dan Pelabuhan Tanjung Priok.
General Manager PT Pelindo II Cabang Pontianak Solikhin mengatakan produktivitas bongkar muat kontainer di Pelabuhan Pontianak meningkat minimal 30% pada 2012 setelah peralatan bongkar muat itu beroperasi. Pelabuhan internasional tersebut mendapatkan pasokan tujuh peralatan bongkar muat masing-masing 2 unit gantry jip crane, 1 unit container crane dan 4 unit Rail Mounted Gantry Crane (RMGC).
Sebelum peralatan yang dipesan dari China itu dipasang, produktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Pontianak berkisar antara 14—15 box per jam. Tetapi setelah seluruh peralatan tersebut terpasang, produktivitas bongkar muat peti kemas akan meningkat minimal menjadi 20 box per jam.
Adapun Manajer Terminal Peti Kemas Pelabuhan Panjang, Provinsi Lampung Zulasman mengaku kegiatan pengapalan curah cair selama ini terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga pemasangan peralatan bongkar muat baru akan memacu kinerja bongkar muat dan menambah produktivitas pelabuhan.
Malihat langkah-langkah yang dilakukan PT Pelindo II serta investasi yang digelontorkan untuk memodernisasi pelabuhan, khususnya dalam meningkatkan produktivitas bongkar muat, dunia usaha dan pemerintah dapat bernafas lega karena daya saing logistik nasional berpeluang meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan.
Meskipun memerlukan perbaikan infrastruktur logistik lainnya, tetapi ongkos logistik nasional berpotensi bergerak menuju angka 10% atau setara dengan Amerika Serikat (AS) dan Jepang, bahkan tidak mustahil pada 2014, rangking daya saing logistik nasional bergerak ke level 50 ke atas seperti mimpi PT Pelindo II selama ini. (tularji@bisnis.co.id) (sut)
Sumber : Bisnis Indonesia, 22.12.11.
Menurut dia, penanganan barang yang lamban dan produktivitas yang rendah menyebabkan biaya logistik melalui laut meningkat yang pada akhirnya berpengaruh terhadap daya logistik nasional.
Sebagai gambaran, tarif pengiriman peti kemas dari Tanjung Priok ke sejumlah pelabuhan di Papua berada pada level Rp19 juta hingga Rp20 juta per TEUs. "Padahal masih dapat ditekan lebih signifikan," katanya.
Pantas jika banyak pelaku usaha yang menilai biaya logistik nasional masih sangat tinggi, bahkan kini cost of logistic Indonesia diperkirakan berkisar antara 25%-30% dari produk domestik bruto (PDB) nasional.
Hal itu sejalan dengan Laporan Logistic Performance Index (LPI) yang dikeluarkan Bank Dunia pada 2010. Laporan itu menempatkan daya saing logistik Indonesia berada pada posisi 75 dari 155 negara, turun dibandingkan dengan 2007 yang berada pada rangking 43 dari 150 negara di dunia.
Peringkat daya saing logistik Indonesia itu turun karena kemampuan komponen-komponennya terus memburuk. Misalnya rangking layanan kepabeanan berada di urutan 72 dunia, sedangkan rangking infrastruktur dan international shipments masing-masing berada di posisi 69 dan 80 dunia.
Pada bagian komponen kualitas dan kompetensi logistic, Indonesia berada pada rangking 92 dunia, sedangkan pelayanan tracking dan tracing serta timelines masing-masing ada di urutan 80 dan 69 dunia. Padahal jika daya saing komponen-komponen tersebut ditingkatkan, posisi Indonesia akan jauh membaik.
Tidak seimbang
Hingga 2010, kondisi pelabuhan di wilayah kerja PT Pelindo II (Persero) semakin kalah bersaing, bahkan produktivitas bongkar muat terus merosot. Berdasarkan data PT Pelindo II, total waktu pelayanan pengusahaan alat di pelabuhan yang dikelola perseroan itu mencapai 4.950 jam dengan jumlah barang yang dibongkar dan muat sebanyak 1,18 miliar ton.
Dibandingkan dengan periode yang sama 2009, telah terjadi penurunan cukup signifkan. Dari sisi waktu, kemampuannya turun sebesar 12,52%, sedangkan dari sisi barang yang dibongkar maupun dimuat, juga turun 28,06%. Penyebab utamanya adalah turunnya kemampuan alat bongkar muat di pelabuhan.
Kondisi itu memberikan tekanan yang signifikan terhadap pendapatan perusahaan. Tercatat pendapatan usaha dari pelayanan pengusahaan alat selama 2010 mencapai Rp25,94 miliar, lebih rendah 17,08% dibandingkan dengan realisasi 2009 sebesar Rp31,28 miliar.
Di lihat dari produksi pelayanan jasa terminal peti kemas, selama 2010 secara keseluruhan tidak terlalu berbeda dibandingkan dengan 2009, meskipun cenderung menurun. Produksi operasi kapal dan operasi lapangan masing-masing turun 6,37% dan 6,05%.
Adapun tingkat produktivitas layanan penumpukan dan stripping/stuffing mengalami kenaikan sangat tipis. Secara keseluruhan pendapatan usaha pelayanan jasa terminal peti kemas pada 2010 mencapai Rp256,41 miliar, hanya naik tipis dibandingkan dengan periode 2009 sebesar Rp250,25 miliar.
Di tengah kemampuan peralatan bongkar muat yang menurun, trafik arus barang melalui dermaga umum, rede transport, dermaga untuk kepentingan sendiri (DUKS), pelabuhan khusus dan loading point justru meningkat 9,83% menjadi 117 juta ton dibandingkan dengan 2009, sedangkan arus peti kemas meningkat 18,64% menjadi 3,8 juta box atau melonjak 19,75% menjadi 5,1 juta TEUs.
Khusus di Pelabuhan Tanjung Priok, selama 2010 arus petikemas sudah mencapai 4,5 juta TEUs dan diperkirakan pada tahun-tahun berikutnya akan terus meningkat rata-rata sebesar 15%-20%. Selama 2011, arus peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok diproyeksikan mencapai 6 juta TEUs setelah sempat menembus angka 5 juta TEUs pada November 2011.
Dengan demikian, terjadi ketidakseimbangan antara arus barang yang cenderung meningkat dengan kemampuan produktivitas peralatan bongkar muat di pelabuhan yang terus merosot sehingga Indonesia berpotensi kehilangan kesempatan untuk mempercepat akselerasi pembangunan nasional.
Oleh karena itu, peningkatan produktivitas kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan wajib dilakukan jika Indonesia ingin memangkas biaya logistik nasional dan mengambil kesempatan yang lebih besar dalam persaingan perdagangan global. “Pelabuhan merupakan salah satu kunci program percepatan pembangunan perekonomian nasional,” kata Lino.
Modernisasi peralatan
Melihat ketidakseimbangan antara arus barang dan produktivitas pelabuhan, PT Pelindo II memulai langkah-langkah memodernisasi peralatan bongkar muat. Perseroan BUMN itu melakukan percepatan pembaruan dengan mendatangkan peralatan baru yang dimulai pada dua tahun terakhir dengan menggelontorkan dana yang tidak sedikit.
Total investasi yang dikeluarkan PT Pelindo II mencapai Rp6,6 triliun, masing-masing Rp1,1 triliun pada 2010 dan ditambah hingga Rp2,5 triliun pada 2011. Khusus pada 2012, PT Pelindo II (Persero) akan menambah dana investasi sebesar Rp3 triliun.
Sebanyak 45 unit alat bongkar muat senilai Rp769 miliar telah dipesan di pabrikan China bahkan sebagian peralatan baru itu telah terpasang. Peralatan bongkar muat seperti jenis Gantry Lufhing Crane dikerjakan di Qingdao, sedangkan peralatan Gantry Jip Crane dipesan pada pabrikan di Nanjing. Untuk Rail Mounted Gantry Crane dan Container Crane masing-masing dibuat di Wuxi.
Reputasi perusahaan yang mengerjakan konstruksi peralatan bongkar muat itu tidak perlu diragukan lagi karena telah menjadi pemasok peralatan sejenis di Pelabuhan Singapura, Tanjung Pelepas Malaysia, Hongkong Terminal International, Pelabuhan di Korea Selatan, Afrika Selatan dan Jakarta International Container Terminal (JICT).
Namun, untuk memastikan peralatan yang dipesan sudah sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, manajemen PT Pelindo II menunjuk dua perusahaan sertifikasi bertaraf internasional yakni Lloyd Register dan Bureau Veritas.
Kedua perusahaan itu dilibatkan dalam kegiatan pengawasan mulai dari perencanaan, kontruksi, pengiriman hingga pemasangan. Sebagai buktinya, kedua perusahaan surveyor itu menerbitkan sertifikat yang menyatakan barang yang dipasang sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
Daya saing logistik
Investasi peralatan bongkar muat merupakan bagian dari strategi PT Pelindo II untuk memaksimalkan potensi pendapatan dan menaikkan laba. Untuk diketahui, selama 2010, perseroan ini membukukan laba bersih sebesar Rp1,2 triliun, naik 30% dibandingkan dengan 2009 sebesar Rp944 miliar, sedangkan laba bersih 2011 diperkirakan mencapai Rp1,5 triliun.
Sekretaris Perusahan PT Pelindo II Rima Novianti mengatakan keseluruhan peralatan yang dipesan akan dipasang secara bertahap mulai Juli 2010. Pada awal semester II 2010 itu, telah dikirim 3 buah peralatan Container Crane, 10 Gantry Jiip Crane dan 3 Fixed Crane dari China bahkan sebagian sudah terpasang dan beroperasi pada akhir 2011.
Sisanya akan dikirim hingga 2012. Sedangkan sejumlah pelabuhan yang akan menerima kedatangan crane-crane baru tersebut adalah pelabuhan internasional Panjang, Boom Baru Palembang, Pontianak, Jambi, Pangkal Balam, Teluk Bayur dan Pelabuhan Tanjung Priok.
General Manager PT Pelindo II Cabang Pontianak Solikhin mengatakan produktivitas bongkar muat kontainer di Pelabuhan Pontianak meningkat minimal 30% pada 2012 setelah peralatan bongkar muat itu beroperasi. Pelabuhan internasional tersebut mendapatkan pasokan tujuh peralatan bongkar muat masing-masing 2 unit gantry jip crane, 1 unit container crane dan 4 unit Rail Mounted Gantry Crane (RMGC).
Sebelum peralatan yang dipesan dari China itu dipasang, produktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Pontianak berkisar antara 14—15 box per jam. Tetapi setelah seluruh peralatan tersebut terpasang, produktivitas bongkar muat peti kemas akan meningkat minimal menjadi 20 box per jam.
Adapun Manajer Terminal Peti Kemas Pelabuhan Panjang, Provinsi Lampung Zulasman mengaku kegiatan pengapalan curah cair selama ini terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga pemasangan peralatan bongkar muat baru akan memacu kinerja bongkar muat dan menambah produktivitas pelabuhan.
Malihat langkah-langkah yang dilakukan PT Pelindo II serta investasi yang digelontorkan untuk memodernisasi pelabuhan, khususnya dalam meningkatkan produktivitas bongkar muat, dunia usaha dan pemerintah dapat bernafas lega karena daya saing logistik nasional berpeluang meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan.
Meskipun memerlukan perbaikan infrastruktur logistik lainnya, tetapi ongkos logistik nasional berpotensi bergerak menuju angka 10% atau setara dengan Amerika Serikat (AS) dan Jepang, bahkan tidak mustahil pada 2014, rangking daya saing logistik nasional bergerak ke level 50 ke atas seperti mimpi PT Pelindo II selama ini. (tularji@bisnis.co.id) (sut)
Sumber : Bisnis Indonesia, 22.12.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar