JAKARTA: Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) mengkhawatirkan luas areal tanaman kakao Indonesia akan menyusut hingga 13% karena kurang menariknya nilai ekonomi bahan baku coklat ini bagi petani.
Zulhefi Sikumbang, Ketua Askindo, mengatakan tahun depan luas tanaman kakao bisa turun menjadi 1,3 juta hektar dari 1,5 juta saat ini.
Menurutnya, salah satu penyebabnya karena produktivitas rendah dan harga di pasar yang kurang menarik. Dalam hitung-hitungannya, saat harga kakao US$2.000 per ton di New York, petani Indonesia hanya memperoleh Rp8 juta per hektar per tahun.
Dia khawatir petani beralih ke tanaman kebun lain yang lebih menguntungkan seperti sawit dan karet yang memiliki nilai ekonomi mencapai Rp20 juta per hektar per tahun.
Askindo minta pemerintah meninjau ulang penetapan bea keluar kakao yang selama ini dibebankan pada harga pembelian di tingkat petani oleh pedagang pengumpul.
Kepada Bisnis, Rabu, 14 Maret 2012 dia mengatakan setelah 2 tahun penerapan pajak ekspor ternyata tidak mampu membangkitkan industri nasional.
Peningkatan produksi, ujarnya, hanya dinikmati perusahaan besar. “Industri nasional, dengan keuangan yang lemah, tidak bisa membeli langsung dari petani, sehingga mendapat bahan baku yang lebih mahal,” ujarnya.
Menurutnya, perusahaan besar yang sudah punya nama dan memiliki penjualan yang baiklah yang selama ini menikmati “subsidi” harga.
Data asosiasi menunjukkan kapasitas terpasang dari industri kakao nasional mencapai 684.000 ton per tahun, sementara produksi biji kakao tahun ini diperkirakan tak berbeda jauh dengan tahun lalu sekitar 400.000 ton. (msb)
Sumber : Bisnis Indonesia, 14.03.12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar