JAKARTA: Raksasa migas
Amerika Serikat ExxonMobil terpaksa berhenti menggarap proyek proyek gas alam
cair (LNG) senilai US$15,7 miliar di Papua Nugini akibat sengketa tanah dengan
penduduk setempat.
Seperti dikutip dari The
Nation 20 Maret 2012, juru bicara Exxon Rebecca Arnold menuturkan sejak Jumat
pekan lalu hingga hari ini Esso Highlands, anak perusahaan Exxon yang
beroperasi pengembangan LNG, berhenti bekerja di wilayah Jangat dari Southern
Highlands setelah penduduk setempat menuntut kompensasi tambahan dari
perusahaan untuk tanah mereka.
Pemilik lahan di wilayah
Jangat menyalahkan ExxonMobil untuk tanah longsor yang terjadi di lokasi
tambang yang telah digunakan oleh perusahaan namun dibantah oleh pihak
ExxonMobil.
Proyek yang diharapkan bisa
menghasilkan 6,6 juta ton LNG itu juga sempat tertunda penggarapannya pada 2009
karena kekhawatiran warga lokal pemilik tanah.
"Pekerjaan telah
ditangguhkan sementara di daerah Jangat, tetapi operasional terus dilakukan di
sepanjang sisa wilayah proyek," kata Arnold optimistis penghentian tidak
akan menunda jadwal produksi perdana pada 2014.
ExxonMobil memimpin
konsorsium membangun proyek LNG terbesar di Papua Nugini. Proyek ini melibatkan
Oil Search, Santos, Oil Search, Santos, Japan’s JX Nippon Oil and Gas
Exploration (unit dari JX Holdings), dan pemerintah PNG.
Selain menggarap proyek di
Papua Nugini, di Papua Barat (wilayah Indonesia) ExxonMobil berafiliasi dengan
Black Gold Energy untuk mengelola Blok Cendrawasih di lepas pantai Papua. Blok
Cendrawasih mencakup area seluas 4.991 kilometer (km) persegi.
ExxonMobil sebagai operator
dengan kepemilikan saham 55% sementara sisanya dikuasai Black Gold Energy, yang
merupakan afiliasi Niko Resources Ltd, perusahaan migas yang berbasis di
Calgary, Kanada dan saat ini menguasai 20 blok migas di Tanah Air.
Hanya saja seiring rencana
perusahaan, Exxon diketahui berencana melepas 25% saham (participating
interest) non-operator milik perseroan di Blok Cendrawasih yang berada di Teluk
Cendrawasih, Papua Barat.
ExxonMobil diketahui juga
melego saham tiga anak usahanya di Aceh. Tercatat Juli tahun lalu, Pengadilan
Federal Amerika Serikat (AS) memerintahkan Pengadilan di bawahnya untuk
melanjutkan sidang gugatan perdata korban Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh
terhadap Exxon Mobil.
Seperti dikutip dari laman
Kontras, 11 warga Aceh yang didampingi oleh International Labor Rights Fund
melakukan gugatan di Pengadilan Federal Distrik Columbia untuk memperoleh
kompensasi melalui Alien Torts Claims Act (ATCA), Torture Victims Protection
Act (TVPA), dan hukum kebiasaan untuk klaim kerugian akibat kematian yang
diakibatkan kelalaian, penganiayaan, dan penahanan sewenang-wenang.
Tindakan kekerasan dan
kerugian tersebut dilakukan oleh sejumlah anggota TNI yang mendapatkan bayaran
atau dukungan dari ExxonMobil. (Bsi)
Sumber : Bisnis Indonesia,
20.03.12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar