Kamis lalu, Sharp Corp. menyatakan mereka mungkin tak
akan mampu bertahan setelah proyeksi laba tahun ini terpuruk sangat dalam. Sony
Corp., yang dulu menjadi simbol ketangguhan industri Jepang, melaporkan
kerugian bersih 15,5 miliar yen dengan laba operasional 30,3 miliar yen.
Sebuah survei analis oleh Thomson Reuters sebelumnya
memperkirakan Sony membukukan laba bersih dengan laba operasional yang lebih
tinggi. Untuk tahun fiskal yang berakhir 31 Maret, Sony tetap mempertahankan
prediksi laba operasional 130 miliar yen, namun mereka memangkas proyeksi
pendapatan mereka.
Sehari sebelumnya, harga saham Panasonic Corp. terperosok
hampir 20% setelah perusahaan itu mengumumkan rugi bersih nyaris $9 miliar di
kuartal yang baru lewat.
Kazuhiro Tsuga, Presiden Panasonic Corp., membungkuk
dalam-dalam setelah melaporkan kerugian besar di paruh pertama tahun ini di
Tokyo, 31 Oktober 2012.
Korporasi elektronik Jepang ini gagal membaca
pergeseran-pergeseran penting di pasar inti mereka. Masalah yang sama yang
pernah dihadapi perusahaan Amerika ketika korporasi Jepang mulai naik daun,
20-30 tahun lalu.
Perusahaan Jepang adalah juara pertama di pasar barang
elektronik di era 1980-an dan 1990-an. Produk pemutar musik Sony Walkman,
kamera digital, komputer, televisi, dan pemutar DVD laris seperti kacang
goreng. Namun di era mobile-digital ini, produk-produk itu jugalah yang
merugikan mereka.
Walkman sempat sangat populer, tapi langsung terlihat
kuno saat Apple Inc. menggebrak dengan kombinasi inovatif pemutar musik iPod
dan layanan musik digital iTunes. Ponsel kamera menyusutkan permintaan kamera
digital. Sementara ponsel pintar dan komputer tablet berhasil menggerus pasar
PC.
Yang lebih parah adalah kiprah raksasa-raksasa negara
Matahari Terbit di pasar TV. Laba dari sektor ini anjlok, karena perusahaan
Jepang—beserta pesaing mereka dari Korea dan Cina—terlalu bersemangat membangun
kapasitas produksi layar datar, atau flat screen display. Kapasitas yang
membengkak ini membuat harga menukik, dan perusahaan Jepang tidak cukup cepat
bereaksi.
Panasonic menambah masalah mereka sendiri dengan
kegagalan investasi dalam panel surya dan teknologi hijau lain, kata presiden
baru Panasonic Kazuhiro Tsuga, Selasa lalu.
Perusahaan-perusahaan itu juga membuat masalah kian rumit
karena sejauh ini belum berhasil menekan jumlah karyawan dan melakukan langkah
restrukturisasi lain—konsekuensi dari kegagalan mereka membaca pasar. Yen yang
relatif kuat menjadikan situasi semakin runyam.
Tsuga merangkum kekacauan ini dengan komentar berikut,
Selasa kemarin:
“Kami menghadapi tantangan dalam mengambil keputusan
investasi yang tepat, saat dihadapkan pada perubahan iklim (bisnis) yang cepat.
Kami gagal menghasilkan keuntungan, dan terus merugi dan merugi. Saya
menganggap ini sebagai situasi abnormal, dan kami harus mulai dengan mengakui
bahwa saat ini kami bukan lagi perusahaan yang normal.”
Situasi ynga suram, tapi setidaknya pekan ini
raksasa-raksasa Jepang itu mau mengakui secara resmi bahwa masalah yang mereka
derita begitu pelik. Akibatnya juga fatal jika mereka gagal mengambil tindakan
yang menentukan.
Takashi Okuda, CEO Sharp, berkata ia tengah mencari
suntikan modal segar melalui kemitraan strategis. Sedangkan CEO Sony Kazuo
Hirai sudah bergerak untuk mengurangi fokus mereka dalam bisnis televisi dan
berpindah ke sektor ponsel pintar, video game, dan teknologi kesehatan.
Tsuga dari Panasonic juga siap berganti haluan. Kamis
kemarin Panasonic mengumumkan rencana mereka menutup bisnis produk ponsel
pintar di Eropa yang gagal mendatangkan laba.
Sumber : SWJ, 02.11.12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar