JAKARTA - Indonesia terlihat makin elok di mata dunia
internasional. Dalam laporan terbaru World Bank Doing Business (WBDB) 2013,
Indonesia berhasil menempati peringkat 128 atau naik dua peringkat jika
dibandingkan dengan laporan World Bank Doing Business 2012 yang di posisi 130.
Direktur World Bank Indonesia Stefan Koeberle mengatakan,
Indonesia telah membuat beberapa perbaikan mendasar selama delapan tahun
terakhir. "Perbaikan ini terus diupayakan untuk memperkuat
perekonomian," ujarnya kemarin (23/10).
WBDB 2013 merupakan seri ke-10 dari laporan investigasi
tahunan Bank Dunia yang dilakukan di 185 negara untuk mengukur kemudahan
berbisnis di tiap-tiap negara. Kemarin laporan setebal 270 halaman tersebut
dirilis langsung oleh kantor pusat Bank Dunia di Washington DC, AS.
Menurut Koeberle, WBDB 2013 menyorot sepuluh kriteria yang terkait dengan regulasi
yang memudahkan atau justru menyulitkan para pebisnis. Dari sepuluh kriteria
yang ditetapkan World Bank dalam laporan Doing Business 2013, ada lima kriteria
yang mengakibatkan Indonesia naik peringkat dan lima kriteria lain Indonesia
turun peringkat. "Perbaikan layanan mendapatkan listrik di Indonesia
adalah yang paling signifikan," katanya.
Sebagai gambaran, dalam kriteria akses mendapatkan
listrik, Indonesia yang pada Doing
Business 2012 berada di peringkat 158 kini melonjak sebelas tingkat ke
peringkat 147. Kemudahan akses listrik inilah yang mendapat sorotan utama dari
World Bank.
Dalam laporannya, World Bank menyebutkan salah satu upaya
yang sangat baik sudah dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Ini
terkait dengan berbagai kemudahan untuk mendapatkan sambungan listrik baru bagi
pelaku bisnis maupun rumah tangga.
Sebagaimana diketahui, ketika Dahlan Iskan diangkat
menjadi direktur utama PT PLN pada 23 Desember 2009, salah satu program
utamanya adalah menyelesaikan daftar panjang antrean listrik yang jumlahnya
mencapai lebih dari 2,5 juta antrean.
Mengambil momentum Hari Listrik Nasional, pada 27 Oktober
2010, PLN mencanangkan program Gerakan Sehari Sejuta Sambungan Listrik (GSSSL).
Program tersebut terus dikembangkan hingga dalam waktu singkat seluruh daftar
antrean sudah bisa diatasi. Tidak hanya itu, melalui gerakan ini, praktik
pungutan liar (pungli) yang membuat biaya penyambungan listrik begitu mahal pun
bisa diberantas.
Empat kriteria lain yang menaikkan peringkat adalah
kemudahan dalam pendaftaran properti, aturan ekspor-impor, komitmen terhadap
kontrak, serta resolving insolvency atau regulasi yang memudahkan perusahaan
untuk keluar dari kesulitan keuangan.
Sebaliknya, lima kriteria yang menurunkan peringkat
Indonesia adalah regulasi dalam memulai bisnis, izin mendirikan bangunan (IMB),
akses kredit perbankan, perlindungan terhadap investor, serta pembayaran pajak.
Agregat dari naik turunnya sepuluh
kriteria inilah yang menempatkan Indonesia berada di posisi 128.
Bagaimana posisi Negara lain? Peringkat 1 WBDB 2013 masih
ditempati oleh Singapura. Ini berarti negara kota itu telah tujuh tahun
berturu-turut menempati posisi puncak WBDB. Beberapa negara di Asia Tenggara
juga menempati posisi yang cukup tinggi, misalnya Malaysia di posisi 12 dan
Thailand 18. Vietnam di posisi 99 dan Filipina di posisi 138.
Laporan World Bank menyebut, WBDB merupakan parameter
untuk mengukur regulasi di suatu negara sehingga tidak mencerminkan secara
langsung potensi investasi di negara bersangkutan.
Karena itu, tidak mengherankan jika Indonesia, India, dan
Brasil yang kini menjadi favorit investor global justru mendapatkan peringkat
yang cukup rendah dalam WBDB 2013. Misalnya, Brasil di posisi 130 dan India di
posisi 132. Mereka berada di bawah peringkat Indonesia.
Sebagai gambaran, Indonesia, India, dan Brasil masuk
daftar lima besar dalam Top 10 Prospective Host Economies 2012"2014 atau
negara yang paling prospektif di mata investor. Daftar tersebut dirilis oleh
United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), sebuah organisasi
di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bergerak di bidang perdagangan
dan pembangunan.
Artinya, meski regulasi yang mendukung kemudahan bisnis
masih belum optimal, besarnya potensi negara seperti Indonesia, India, dan
Brasil tetap membuat investor menanamkan modalnya.
Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengakui, masih
banyak PR (pekerjaan rumah) yang harus diselesaikan oleh pemerintah untuk
membenahi iklim investasi. "Pembenahan infrastruktur dan birokrasi
perizinan menjadi fokus. Kalau ini berhasil diperbaiki, ekonomi Indonesia akan
tumbuh pesat," ujarnya. (owi/c1/nw)
Sumber : JPNN, 24.10.12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar