TEMPO.CO, Jakarta - Curah hujan yang turun sepanjang dua
hari terakhir ternyata lebih kecil jika dibandingkan dengan data curah hujan
harian saat terjadi banjir besar pada 2007. Namun dampaknya hampir setara.
Luapan Sungai Ciliwung merendam kawasan di Jatinegara dan daerah lain yang
dilintasinya. Ini persis sama seperti ketika banjir besar melanda Jakarta lima
tahun lalu.
Secara keseluruhan, banjir merendam hingga 50 kelurahan
di Ibu Kota, Selasa lalu. Sampai Rabu 16 Januari 2013, banjir masih bertahan di
sejumlah tempat dan memutus ruas jalan, seperti jalan Tangerang-Jakarta di
kawasan Ciledug. Total, hampir 10 ribu orang mengungsi.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
menyebutkan curah hujan harian tertinggi di Jakarta pada Selasa dan Rabu pagi
hanya sekitar 100 milimeter. Angka itu jauh lebih rendah dibanding rekor curah
hujan tertinggi dalam satu hari yang terjadi pada Januari 2007 yang mencapai
340 milimeter. Curah hujan sepanjang Januari ini yang diprediksi 300-400 mm
juga dianggap masih normal.
Curah hujan di kawasan Puncak juga lebih rendah
dibandingkan lima tahun lalu. Pada 2007 lalu, curah hujan selama sebulan di
kawasan Puncak bahkan bisa mencapai 640 mm, dengan curah hujan maksimum harian
adalah 136 mm.
Sementara sekarang, hujan sepanjang tiga hari lalu jauh
lebih sedikit. »Senin sebesar 22,6 mm, Selasa 74,2 mm, dan Rabu 61,4 mm,” kata
Kepala Stasiun Klimatologi Kelas 1 Darmaga Bogor, Nuryadi, Rabu 16 Januari
2013.
Ini membuktikan bahwa banjir di Jakarta adalah akibat
debit Ciliwung meningkat drastis. Kenaikan debit Ciliwung ini terkait dengan
rusaknya kawasan hulu sungai itu di Puncak.
Kepala Pusat Studi Bencana Institut Pertanian Bogor, Euis
Sunarti, membenarkan. Menurutnya, meski curah hujan di kawasan hulu
Ciliwung-Cisadane lebih kecil, dampak ke Jakarta lebih hebat karena daya serap
air di kawasan Puncak, Bogor, sudah semakin lemah. Berdasarkan kajian dengan
citra satelit, keseimbangan ekologis kawasan Puncak pada awal tahun ini merosot
hingga 50 persen dibanding pada 15 tahun sebelumnya.
Pada saat yang sama, sungai-sungai di Jakarta semakin
kehilangan kemampuan mengalirkan air hingga 70 persen karena penyempitan dan
pendangkalan. Kondisi ini dan yang terjadi di Puncak bermuara pada banjir di
Jakarta yang semakin parah.
ANTON WILLIAM | ADITYA BUDIMAN | ARIHTA U SURBAKTI | ANDI
PERDANA | ANGGRITA DESYANI | AYU CIPTA | WURAGIL | DRIYAN (PDAT)
Sumber : Tempo, 18.01.13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar