SINGAPURA—Maskapai
penerbangan bertarif murah di Asia Tenggara berpotensi meraih dana hingga
US$750 juta atau sekitar Rp7 triliun dari pelepasan saham perdana di bursa efek
pada tahun ini.
Tengku Zafrul Tengku Abdul Aziz, Chief Executive Officer Maybank Kim Eng, mengatakan perkiraan raihan dana itu seiring dengan upaya sejumlah maskapai no-frills atau bertarif rendah mulai mengambil layanan penuh dengan tarif yang terjangkau.
Beberapa perusahaan yang akan melepaskan saham atau initial public offering di bursa efek pada tahun ini di antaranya Nok Airlines Co—disokong oleh Thai Airways International Plc (THAI)--, Bangkok Airways Co, dan dua unit usaha AirAsia Bhd.
“Potensi dana yang akan diraih sejumlah maskapai penerbanagn tarif murah itu bisa mencapai US$750 juta,” tulis Tengku dalam surat elektroniknya kepada Bloomberg, Rabu (27/2).
Bloomberg mencatat perkiraan nilai pelepasan saham perdana itu akan jauh lebih besar ketimbang proses IPO maskapai penerbangan sejak 2010.
Tengku menilai ekspansi ekonomi di kawasan Asia Tenggara mampu mendorong masyarakat di Indonesia, Vietnam, dan Kamboja kini memilih pesawat.
Keadaan itu menjadi tantangan karena maskapai tarif rendah atau budget airlines (low cost carrier/LCC) berhadapan dengan maskapai layanan penuh atau full services seperti Singapore Airlines Ltd (SIA) dan Malaysia Airline System Bhd.
Menurut dia potensi pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada kenaikan penumpang pesawat cukup meyakinkan investor untuk mengabaikan penurunan saham dari beberapa maskapai LCC dalam beberapa tahun terakhir di bursa.
“Maskapai LCC itu menjadi penerima manfaat terbesar dari pertumbuhan perjalanan tranportasi udara. Mereka cenderung menikmati valuasi [harga] premium dibandingkan dengan maskapai full services,” katanya.
Maskapai LCC di Asia Tenggara pertama kali melantai di bursa sejak Tiger Airways Holdings Ltd (TGR) dan Cebu Air (CEB) Inc melepas sahamnya pada 2010.
Tengku Zafrul Tengku Abdul Aziz, Chief Executive Officer Maybank Kim Eng, mengatakan perkiraan raihan dana itu seiring dengan upaya sejumlah maskapai no-frills atau bertarif rendah mulai mengambil layanan penuh dengan tarif yang terjangkau.
Beberapa perusahaan yang akan melepaskan saham atau initial public offering di bursa efek pada tahun ini di antaranya Nok Airlines Co—disokong oleh Thai Airways International Plc (THAI)--, Bangkok Airways Co, dan dua unit usaha AirAsia Bhd.
“Potensi dana yang akan diraih sejumlah maskapai penerbanagn tarif murah itu bisa mencapai US$750 juta,” tulis Tengku dalam surat elektroniknya kepada Bloomberg, Rabu (27/2).
Bloomberg mencatat perkiraan nilai pelepasan saham perdana itu akan jauh lebih besar ketimbang proses IPO maskapai penerbangan sejak 2010.
Tengku menilai ekspansi ekonomi di kawasan Asia Tenggara mampu mendorong masyarakat di Indonesia, Vietnam, dan Kamboja kini memilih pesawat.
Keadaan itu menjadi tantangan karena maskapai tarif rendah atau budget airlines (low cost carrier/LCC) berhadapan dengan maskapai layanan penuh atau full services seperti Singapore Airlines Ltd (SIA) dan Malaysia Airline System Bhd.
Menurut dia potensi pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada kenaikan penumpang pesawat cukup meyakinkan investor untuk mengabaikan penurunan saham dari beberapa maskapai LCC dalam beberapa tahun terakhir di bursa.
“Maskapai LCC itu menjadi penerima manfaat terbesar dari pertumbuhan perjalanan tranportasi udara. Mereka cenderung menikmati valuasi [harga] premium dibandingkan dengan maskapai full services,” katanya.
Maskapai LCC di Asia Tenggara pertama kali melantai di bursa sejak Tiger Airways Holdings Ltd (TGR) dan Cebu Air (CEB) Inc melepas sahamnya pada 2010.
Saham Tiger kini turun
51% sejak listing pada Januari 2010 di bursa Singapura dan saham Cebu turun 47%
sejak debutnya di bursa Manila, Oktober 2010. (bas)
Sumber : Bisnis
Indonesia, 27.02.13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar