Bisnis.com,
JAKARTA– Pemerintah menetapkan bea ke luar progresif berkisar 20%-60% terhadap
ekspor mineral sejak 2014 hingga 2016 sebagai langkah mendorong penghiliran
industri tambang di dalam negeri.
Menteri Keuangan M.Chatib Basri mengatakan mulai 2015,
bea keluar progresif akan naik setiap semester sebagai instrumen untuk mendesak
perusahaan tambang membangun fasilitas pengolahan/pemurnian (smelter).
“Kalau tidak dibuat naik per semester, nanti dieskalasi
sama dia (perusahaan tambang) ke depan. Dia tidak mau bangun, dia keruk terus
kalau (bea keluar) tidak dibuat bertahap,” katanya, Senin (13/1/2013).
Menurutnya, bea keluar 60% akan membuat perusahaan tambang
kehilangan profit sehingga mereka akan mempercepat pembangunan smelter.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Andin
Hadiyanto menyebutkan ada 6 pos tarif (harmonized system/HS) mineral dengan
kadar tertentu yang diperbolehkan diekspor sekaligus dikenai bea keluar (lihat
tabel).
Artinya, mineral dengan kadar di bawah yang ditetapkan,
ekspor tidak diperkenankan. Sebagai contoh, konsentrat tembaga yang
diperbolehkan diekspor adalah tembaga dengan kadar Cu 15%. Jika kadar Cu di
bawah 15%, maka tidak diperbolehkan diekspor.
“Diharapkan setelah dikenai BK, pengusaha akan mengolah
dengan kadar Cu lebih dari 15%,” tuturnya.
Regulasi tentang bea keluar progresif itu tertuang dalam
peraturan menteri keuangan yang diteken 11 Januari 2014. Beleid tindak lanjut
PP No 1/2014 itu berlaku hingga 12 Januari 2017.
Sumber : Bisnis Indonesia, 13.01.14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar