Bisnis.com, JAKARTA - Penerapan UU Nomor 4 Tahun 2009
tentang Mineral dan Batubara berujung pemutusan hubungan kerja (PHK) pada
sejumlah buruh kontrak di perusahaan pertambangan yang beroperasi di Tanah Air.
Direktur Pencegahan dan Penyelesaian Hubungan Industrial
Kemenakertrans Sahat Sinurat mengatakan pemerintah telah berusaha semaksimal
mungkin untuk memperkecil risiko PHK dari penerapan UU tersebut.
"Namun jika harus berujung PHK, penyelesaian kontrak
kerja dengan buruh diharapkan melalui musyawarah," katanya kepada Bisnis,
Minggu (19/1/2014).
Sebenarnya, banyak opsi yang bisa dilakukan perusahaan
tambang saat UU tersebut dilaksanakan. Perusahaan tambang, bisa mensiasati
buruh dengan cara memangkas jam kerja atau merumahkan mereka lebih dulu sebelum
di-PHK. "Harusnya, pengusaha menempuh jalan itu dulu sebelum mengadakan
PHK."
Berdasarkan informasi yang diterima Kemenakertrans,
banyak perusahaan pertambangan yang memutus hubungan kerja buruhnya akibat
pelarangan ekspor bahan mentah hasil tambang tersebut. Sedikitnya 2.700 buruh
kontrak tambang kena PHK. "Namun untuk kepastian data, kami akan mengadakn
kroscek ulang dengan perusahaan terkait."
Saat ini masih banyak penyesuaian yang harus dilakukan
pemegang konsesi pertambangan mineral dan batubara. Selain dilarang mengekspor
mineral mentah, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan IUP khusus harus
membangun smelter atau pabrik pengolah mineral mentah menjadi produk dengan
nilai tambah. "Seharusnya itu yang dilakukan. jangan langsung mengambil
langkah PHK kepada buruh."
Sebelumnya, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan
Jaminan Sosial Kemenakertrans Irianto Simbolon mengimbau kepada perngusaha
tambang untuk mengambil langkah merumahkan dulu jika terpaksa harus memangkas
rantai produksi. "kami mengimbau kepada pengusaha tambang untuk mengambil
opsi merumahkan dulu buruh," katanya.
Sumber : Bisnis Indonesia, 19.01.14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar