Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perdagangan
mengklarifikasi dugaan bahwa proses perizinan impor dan preclearance yang
memakan waktu lama menjadi pemicu utama lamanya waktu tunggu pelabuhan
(dwelling time) di Tanjung Priok.
Wamen Perdagangan Bayu Krisnamurthi berargumen bahwa
persoalan preclearance dan preshipment seharusnya bukan ditumpukan sebagai
tanggung jawab Kementerian Perdagangan.
Menurutnya, preclearance dan preshipment yang memakan
waktu lama untuk impor dilakukan di pelabuhan muat, bukan di pelabuhan bongkar.
Adapun, proses untuk ekspor dieksekusi di masing-masing perusahaan, bukan di
pelabuhan.
Bagaimanapun, Kemendag tetap mengupayakan efisiensi waktu
tunggu di pelabuhan (dwelling time) melalui fasilitas perizinan impor dan
ekspor secara online. Meski dituding belum efektif oleh berbagai pihak,
fasilitas itu diklaim telah berjalan dengan baik.
“Sistem online tersebut sebenarnya sudah efektif. Hanya
saja, belum untuk semua produk dan belum semua proses perizinan dapat dilakukan
secara online. Perlu bertahap ,” katanya kepada Bisnis, Jumat (6/6/2014)
Bayu, yang tengah berada di London untuk mewakili RI
dalam diplomasi dagang, menambahkan permasalahan dwelling time, yang
menyebabkan Indonesia tidak dapat mengejar ketertinggalan dari Malaysia dan
Singapura lebih dipicu oleh faktor infrastruktur.
“Ada keterbatasan infrastruktur, baik dari segi hardware
maupun software. Selain itu, perkembangan kapasitas pendukung kita tidak
secepat laju perkembangan ekonomi. Inilah masalah yang harus dibenahi terlebih
dahulu.”
Sementara itu, Mendag Muhammad Lutfi juga membenarkan
bahwa otoritas perdagangan juga telah berupaya maksimal untuk mengefisiensikan
waktu tunggu di pelabuhan melalui sistem perizinan online.
Terkait lamanya waktu pengurusan perizinan impor yang
diduga memperparah waktu tunggu sehingga mengganggu aktivitas ekspor-impor dan
melambungkan biaya logistik, dia menjelaskan beberapa produk memang membutuhkan
perlakuan khusus.
“Kalau untuk produk-produk khusus, memang tidak mudah
mengurusnya,” ujarnya.
Bagaimanapun, prestasi Indonesia dalam meminimalisir
dwelling time perlu diapresiasi dan tidak hanya dibandingkan dengan Malaysia
dan Singapura saja. “Kalau dibilang tertinggal dari ASEAN tidak bisa, karena
negara ASEAN kan tidak hanya Malaysia dan Singapura saja.”
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Bachrul Chairi
menampik tudingan bahwa lamanya proses perizinan impor dari otoritas
perdagangan memengaruhi kelancaran perniagaan di pelabuhan dan memperburuk
kondisi dwelling time.
“Permasalahan dwelling time tidak terkait dengan
perizinan impor, karena perizinan impor diproses sebelum impor dilakukan atau
dengan kata lain barang masih berada di luar negeri. Jadi dalam hal ini belum
ada proses yang terjadi di pelabuhan bongkar atau dwelling time,” jelasnya
kepada Bisnis.
Bachrul, yang tengah berada di Inggris dalam rangka
program diplomasi dagang, menjelaskan lebih jauh bahwa ketentuan verifikasi
barang di negara muat juga dilakukan di negara asal barang atau negara muat,
sehingga tidak diproses di pelabuhan bongkar.
“Bahkan, dalam beberapa hal, verifikasi barang di negara
muat dapat membantu proses inspeksi di pelabuhan bongkar dengan memberi
informasi penting yang biasa diperlukan dalam proses clearance di bea cukai.”
Sumber : Bisnis Indonesia, 06.06.14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar