Bisnis.com, TOKYO—Jepang berisiko kehilangan posisi
sebagai kreditor terbesar di dunia akibat menyusutnya surplus fiskal.
Apalagi, melesatnya pertumbuhan utang pemerintah
diprediksi mampu menggerogoti surplus fiskal yang ada.
Berdasarkan survei Bloomberg News, tingginya surplus
fiskal yang mengerek naik total aset Jepang menjadi peringkat pertama sejak
1991, mulai bergerak sebaliknya. Bahkan, sejumlah ekonom meyakini Jepang akan
mengalami defisit fiskal pada 2020.
Kementerian Keuangan Jepang menyebutkan aset bersih
Negeri Sakura ini mencapai 325 triliun yen pada akhir 2013, dan China menempati
peringkat kedua dengan total aset senilai 208 triliun yen.
Data yang sama juga mengungkapkan aset Jepang di luar
negeri terakselerasi menjadi 797 triliun yen pada 2013, hampir dua kali lipat
dari 2003 yaitu 386 triliun yen.
Pada saat yang sama, populasi menua mulai menggerogoti
cadangan, Negeri Matahari Terbit itu juga harus tergantung pada kreditur asing
untuk membiayai defisit fiskal dan memangkas utang yang terus merengkak naik.
Selain itu, fluktuasi defisit transaksi berjalan dapat
memacu kenaikan imbal obligasi seiring dengan investor yang mulai merevisi
prospek ekonomi Jepang.
Akibatnya, China berpotensi mengambil keuntungan dari
kondisi Jepang, dan berpeluang untuk menjadi negara kreditur terbesar di dunia.
“Peluang China untuk menyalip Jepang sebagai negara
kreditur terbesar di dunia pada awal 2020 cukup besar, jika dilihat dari
pertumbuhan aset bersihnya di luar negeri,” kata Hidenori Suezawa, analis SMBC
Nikko Securities Inc. di Tokyo, Selasa (10/6/2014).
Untuk itu, Suezawa berpendapat Jepang memiliki pekerjaan
rumah untuk meniru langkah Amerika Serikat. Pasalnya, Negeri Paman Sam ini
berhasil menarik modal asing untuk menutup defisit transaksi berjalannya.
Sumber : Bloomberg – Bisnis Indonesia, 10.06.14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar