Bisnis.com,
JAKARTA -- Perlambatan ekonomi global berdampak secara nasional menjadi faktor
utama yang melemahkan logistik dalam negeri. Arus barang secara drastis turut
terseret oleh lemahnya perekonomian.
Data
dari Asosiasi
Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mencatat penurunan kegiatan
logistik secara keseluruhan sebanyak 30% ditambah dengan biaya logistik
domestik di Indonesia sangat tinggi mencapai 29%-30% dari Produk domestik bruto
(PDB). Sebaliknya, data yang dikeluarkan oleh Bank Dunia menyatakan biaya
logistik nasional sebesar 24,6% dari PDB.
Konsep
tol laut yang diwacanakan sejak akhir 2014 tampaknya belum bisa dirasakan oleh
pelaku logistik. Sejumlah regulasi juga belum mendukung aktivitas pergerakan
barang bahkan melalui angkutan udara.
Jeratan
agen pemeriksa kargo di bandara oleh swasta terus diprotes oleh perusahaan
kurir. Walau begitu, ALFI mencatat pengangkutan logistik melalui angkutan udara
mengalami kenaikan 2%-3%.
Kenaikan
pengiriman barang meng-gunakan angkutan udara lebih dipicu arus perdagangan
dalam jaringan (daring) yang makin populer di Indonesia. Bahkan, Asosiasi
Logistik Indonesia (ALI) pertumbuhan e-commerce itu di luar Pulau Jawa telah
mencapai 110%.
Sebaliknya,
Asosiasi
Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo)
masih pesimistis penurunan biaya logistik terjadi pada 2015. Seperti diketahui,
pemerintah menargetkan menurunkan biaya logistik menjadi 19% dari PDB bisa
dimulai pada tahun ini sehingga pada 2019 ongkos logistik hanya 16% dari PDB.
Ketua DPP
ALFI Yukki N Hanafi
menilai masih banyak yang belum dikerjakan secara maksimal oleh pemerintah.
Paket deregulasi yang digelontorkan pemerintah belum menyentuh bagian
implementasi sehingga tak dirasakan dampaknya oleh pelaku usaha logistik. Yang
paling ditunggu tentu saja kehadiran kawasan berikat atau pusat logistik.
Suku
bunga bank yang masih tinggi, imbuhnya, malahan tidak mendukung perbaikan arus
logistik. “Bagaimana kita mau bersaing kalau kita masih saja yang tertinggi
kalau melihat inflasi yang rendah sebetulnya ada momentum kita menurukan suku
bunga,” katanya.
BELUM
BERDAMPAK
Sementara
itu, Supply
Chain Indonesia (SCI) mencatatkan selama 2015 pembangunan infrastruktur
belum berdampak pada peningkatan keseimbangan penggunaan moda transportasi.
Pengangkutan
barang masih banyak didominasi oleh transportasi jalan. Padahal, masih terjadi
beberapa kasus keamanan dan keselamatan dalam proses pengiriman barang melalui
angkutan darat, seperti perampokan truk.
Pada
2015, pemerintah mulai berupaya meningkatkan efisiensi dan efek-tivitas
pengangkutan barang dengan melakukan kajian terhadap pelayaran rute pendek atau
short sea shipping.
Pelayaran
rute pendek itu resmi dibuka oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan
diawali dengan rute Lampung-Surabaya (pp) diawali dengan satu unit kapal milik PT
Atosim Lampung Pelayaran.
“Apresiasi
juga perlu diberikan kepada beberapa perusahaan swasta yang terus berupaya
mengembangkan fasilitas- fasilitas logistik,” ucap Setijadi, Chairman Supply Chain
Indonesia (SCI).
Selain
itu, implementasi Sistem Logistik Nasional yang tertuang dalam Peraturan
Presiden (Perpres) No. 26/2012, menurutnya, belum efektif yang dapat
dilihat dari tingkat pencapaian target Sislognas tahap I periode 2011-2015 yang
rendah.
Implementasi
Sislognas terkendala oleh tingkatan hukum berbentuk perpres sehingga kurang
efektif dan tidak adanya lembaga permanen dalam perbaikan dan pengembangan
sektor logistik.
Terakhir,
pelaku logistik menuntut pemerintah untuk buka-bukaan menelanjangi komponen
biaya logistik pada rangkaian rantai pasok.
Sumber
: Bisnis Indonesia, 31.12.15.