JAKARTA. Kementerian
Perhubungan (Kemhub) tengah mengupayakan penerapan tarif tunggal untuk
pengiriman barang melalui Badan Usaha Angkutan Multimoda (BUAM).
Kepala Badan Penelitian
dan Pengembangan Kementerian Perhubungan Elly Sinaga usai pemberian penghargaan lomba
penelitian transportasi 2015 mengatakan, dengan adanya BUAM tersebut tarif yang
dikenakan hanya satu tarif atau "single tarif", meskipun menggunakan
moda yang berbeda (multimoda).
"Sekarang
ini misalnya mau mengangkut barang ke Papua, dokumen truknha sendiri, kapalnya
sendiri, artinya pengelolaannya sendiri-sendiri," katanya, Senin (30/11).
Nantinya,
lanjut dia, penerapan tersebut bukan hanya satu tarif, tetapi juga satu dokumen
dan operatornya, yakni BUAM. "Yang
kita harapkan itu 'triple S', single document, single tariff dan single operator, BAUM
ini mengusahakan semua dari origin (daerah asal) ke destinasi (daerah tujuan),
tinggal hitung berapa biayanya, tinggal konsolidasi," katanya.
Dia
menjelaskan tugas utama dari BAUM tersebut, yakni bertanggung jawab atas
sampainya barang tersebut dari awal hingga akhir.
Elly
mengatakan BUAM telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2011
Tentang Angkutan Multimoda dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 8 Tahun
2012 Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Multimoda.
Namun, dia
mengaku hingga saat ini masih sedikit minat untuk mendaftar sebagai BAUM karena
kurangnya informasi dan yang mengelola BAUM, yakni Sekretaris Jenderal
Kemenhub. "Yang mengelola Sekjen karena kita belum menyiapkan unit khusus
untuk itu," katanya.
Elly berharap
BAUM bisa segera terbentuk dan bekerja menyusul dengan adanya Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) mulai awal 2016.
Dia
mengungkapkan banyak persyaratan untuk membentuk BAUM tersebut, salah satunya
sumber daya manusia (SDM) yang kompeten. "Jadi ada 60an kompetensi yang
kita buat, karena kita belum siap di kompetensi tersebut, jangan diambil negara
lain," katanya.
Elly mengaku
pihaknya telah meminta Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia
(ALFI) untuk membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)
agar tidak merekrut personel dari luar neger, seperti Australia. "Kita
rugi sekali kalau kita mengadopsi punya negara lain, kita jadi 'market' (pasar)
terus, kareba itu kita dorong terus agat BAUM muncul," katanya.
Ditemui di kesempatan
sama, Ketua Umum ALFI Yukki N Hanafi mengungkapkan sudah ada lima
hingga enam BAUM, namun menggunakan Surat Izin Jasa Usaha Transportasi.
"Sebenarnya logistik Indonesia yang besar sudah melaksanakan fungsi
multimoda, baik perusahaan nasional, maupun multinasional," katanya.
Namun, Yukki
mengatakan angkutan logistik di Indonesia, 91,2% menggunakan angkutan darat,
yakni truk.
Sementara,
angkutan laut hanya memakan porsi 7%. "Kalau ingin membuat cetak biru
multimoda, maka harus dibarengkan dengan manajemen rantai pasokan. Kita juga
belum punya kementerian teknis yang mengurus logistik dan transportasi,"
katanya.
Sementara
itu, Pengamat
Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia Ellen Tangkudung mengatakan,
penerapan sistem Triple S melalui Badan Usaha Angkutan Multimoda bisa efektif
menekan biaya logistik yang tinggi, sebab penerapannya melalui satu kali
pengurusan.
Namun, dengan
banyaknya institusi yang berwenang semisal yang terjadi di pelabuhan, masih
sulit dilakukan. "Harus ada itikad kuat dari semua stakeholder kalau
memang bisa melalui satu pintu seperti contoh penerapan triple S ini,"
katanya.
Sumber :
Kontan, 30.11.15.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar