JAKARTA.
Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan menyatakan tarif
taksi aplikasi ditentukan berdasarkan kesepakatan tanpa persetujuan pemerintah.
Hal
itu sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 Tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam
Trayek.
Direktur
Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto dalam sosialisasi lanjutan
PM 23/2016 di Jakarta, Rabu, mengatakan dengan demikian, taksi aplikasi masuk
ke dalam kategori sewa.
"Sehingga,
tidak ada tarif batas dan bawah karena tarif berdasarkan kesepakatan antara
penyedia aplikasi dan badan usaha, baik itu perusahaan ataupun koperasi yang
diajak kerja sama," ucapnya.
Pudji
memaparkan dalam Peraturan Menteri tersebut, angkutan sewa menggunakan mobil
penumpang umum minimal 1.300 centimeter cubic (cc).
Kendaraan
sewa juga wajib memenuhi persyaratan, di antaranya dilengkapi tanda nomor
kendaraan dengan warna dasar pelat hitam, dilengkapi dengan tanda khusus berupa
stiker, dilengkapi dokumen perjalanan yang sah, berupa surat tanda nomor
kendaraan atas nama perusahaan, kartu uji dan kartu pengawasan serta dilengkapi
nomor pengaduan masyarakat di dalam kendaraan.
"Karena
ini esensinya beda, bukan memakai pelat kuning, kalau pakai pelat kuning itu
wajib mengikuti peraturan tarif atas dan bawah," katanya.
Sementara
itu, untuk perusahaan angkutan umum yang digandeng oleh perusahaan aplikasi
harus berbentuk badan hukum, seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD), Perseroan terbatas atau koperasi.
Untuk
memperoleh izin, perusahaan angkutan umum tersebut harus memiliki paking
sedikit lima kendaraan dengan dibuktikan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK)
atas nama perusahaan dan surat tanda bukti lulus uji berkala kendaraan
bermotor.
Selain
itu, memiliki tempat penyimpanan kendaraan (pool), menyediakan fasilitas
pemeliharaan kendaraan (bengkel) yang dibuktikan dengan dokumen kepemilikan
atau perjanjian kerja sama dengan pihak lain dan mempekerjakan pengemudi yang
memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) Umum sesuai golongan kendaraan.
"Di
sini Dishub berperan untuk melakukan komunikasi apakah betul STNK dan uji
KIR-nya resmi," tuturnya.
Pudji
mengatakan karena kendaraan angkutan berbasis aplikasi daring tersebut sebagian
kendaraan pribadi, dia mengatakan, perusahaan bisa menyepakati perjanjian
dengan pemilik kendaraan untuk mengubah STNK pribadi menjadi STNK atas nama
badan usaha.
Pudji
menambahkan hal tersebut untuk mengantisipasi apabila pemilik tidak lagi
bergabung dengan perusahaan tersebut, bisa mengambil kembali kendaraannya, karena
kalau STNK atas nama perusahaan berarti menjadi milik perusahaan.
"Yang
menjadi masalah di sini membayar, balik nama di STNK itu ada PNBP-nya, untuk
saat ini masih dibebankan kepada pemilik pribadi," imbuhnya.
Dia
menambahkan dalam rangka pengawasan, perusahaan penyedia aplikasi harus
melaporkan profil perusahaan, memberikan akses monitoring operasional
pelayanan, data perusahaan yang bekerja sama, data kendaraan dan pengemudi
serta layanan pelanggan berupa nomor telepon, email dan alamat perusahaan kepada
Direktur Jenderal.
"Jika
terjadi pelanggaran akan diberi sanksi berupa pembekuan sampai dengan
pencabutan kartu pengawasan kendaraan bermotor," katanya.
Sumber
: Kontan, 27.04.16.