KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri
maskapai penerbangan dunia mendapat pukulan telak saat pandemi Covid-19. Tak
terkecuali bagi industri penerbangan Indonesia. Hampir semua maskapai nasional telah melakukan
perampingan karyawan.
Bermula dari Garuda Indonesia yang melakukan pemutusan
hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar
150 pilotnya, kemudian disusul oleh Lion
Air Group yang memutuskan
untuk tidak memperpanjang kontrak 2.600
karyawannya, dan yang terbaru
adalah Sriwijaya Air.
Pengamat
penerbangan AIAC Arista Atmadjati
mengatakan, imbas pandemi Covid-19 yang sudah mulai merebak pada Februari lalu
masih terasa berat oleh semua maskapai nasional. Rendahnya tingkat okupansi
telah menggerus pendapatan maskapai.
"PHK tidak terelakkan. Semua
dunia kayak gitu," katanya kepada Kompas.com, Senin (6/7/2020).
Menurut dia, meski pemerintah
sudah memberikan relaksasi
kepada maskapai, dengan ditingkatkannya batasan
okupansi menjadi 70% total kapasitas pesawat, tetapi hal tersebut dinilai belum
mampu mendongkrak pendapatan maskapai. Sebab, maskapai
disebut masih melakukan efisiensi dengan tidak mengerahkan semua armada
pesawatnya.
"Penggunaan armada masksimal
rata-rata baru 30% Bahkan Lion Air bulan lalu 10%. Garuda ngakunya 30%,"
katanya.
Lebih lanjut, Arista menyebutkan,
kontribusi gaji atau upah karyawan terhadap total biaya operasional maskapai
hanya sebesar 10-15%. Namun, dengan kondisi okupansi dan armada yang masih
rendah, perampingan karyawan dinilai langkah yang tidak terelakkan oleh
maskapai.
"Komponen 10-15% itu kalau
pesawat terbang semua. Saat ini tidak, di situlah problemnya," ucap dia.
Sumber : Kontan, 07.07.2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar