KONTAN.CO.ID - WASHINGTON D.C. Komite senat AS yang mengawasi keamanan akhirnya sepakat untuk
menyetujui proposal larangan penggunaan aplikasi TikTok pada perangkat yang
dikeluarkan oleh pemerintah.
Senate
Homeland Security and Governmental Affairs Committee memutuskan untuk mendukung undang-undang yang
pertama kali diperkenalkan pada bulan Maret lalu oleh Senator Josh Hawley, perwakilan partai Repubik dari Missouri.
Undang-undang anti TikTok di
perangkat pemerintah ini akan melarang semua karyawan, pejabat, pembuat
undang-undang dan kontraktor federal untuk mengunduh dan menggunakan aplikasi
TikTok. Faktor keamanan adalah alasan utama pemerintah AS melarang TikTok.
Bukan cuma itu, aturan ini juga
melarang penggunaan aplikasi lain yang dikembangkan oleh ByteDance, induk
perusahaan TikTok di Beijing.
Melansir South China Morning Post, undang-undang ini akan diserahkan ke forum senat
untuk dilakukan pemungutan suara oleh majelis penuh.
Jika disahkan, aturan ini akan
digabungkan dengan aturan serupa yang sudah disahkan oleh House of
Representative sebelumnya.
Belakangan ini pemerintah AS
memang menaruh perhatian lebih pada keamanan data yang tersimpan pada dunia
digital. Berulang kali AS menuduh China memanfaatkan teknologi siber mereka
untuk mencuri data penting dari AS.
Bulan ini, Menteri Luar Negeri Mike
Pompeo mengatakan bahwa saat ini AS
sedang berusaha menemukan cara yang tepat untuk memberlakukan larangan ini.
Ia juga mengungkapkan
kekhawatirannya pada TikTok yang diduga membagi data pribadi pengguna dengan
pemerintah China.
"Gunakan TikTok hanya jika
Anda ingin informasi pribadi Anda berada di tangan Partai Komunis China,"
ungkap Pompeo dengan tegas, dikuitip dari South China Morning Post.
Sang presiden, Donald Trump, juga mendukung penuh upaya pemblokiran aplikasi
populer asal China ini. Bahkan dalam seminggu terakhir pihak Trump sudah
membuat iklan di Facebook yang berisi tentang bahaya
TikTok.
Sudah
khawatir sejak lama
Seperti kita ketahui, saat ini
TikTok menjadi aplikasi fenomenal yang diminati pengguna dari segala usia,
termasuk di AS sendiri.
Menurut laporan dari TikTok tahun
lalu, sekitar 60% dari 26,5 juta pengguna aktif bulanannya di AS berusia di
antara 16 dan 24 tahun.
Kekhawatiran AS akan aplikasi
China sudah mulai muncul sejak tahun 2017 silam. Saat itu China mengumumkan
aturan bahwa setiap perusahaan China memiliki kewajiban untuk mendukung dan
bekerja sama dengan pemerintah dalam urusan intelijen.
Atas dasar ini jugalah pemerintah
AS dalam dua tahun terakhir getol ingin menghapus segala perangkat digital buatan
China dari negaranya. Dalam hal ini Huawei dan ZTE yang jadi korbannya.
Menanggapi tuduhan mata-mata ini,
pihak ByteDance sudah berulang kali membantahnya dengan tegas.
ByteDance menegaskan bahwa mereka
sama sekali tidak mengumpulkan data pengguna AS untuk diserahkan ke pemerintah
China.
Bahkan ByteDance juga membuktikan
kalau pusat data server mereka dibangun di Singapura, bukan di China, untuk
menunjukkan bahwa data ada di wilayah yang netral.
Meskipun demikian pemerintah AS
tetap meyakini bahwa TikTok, dan aplikasi China lain, merupakan ancaman
keamanan besar bagi negaranya.
Sumber : Kontan, 23.07.2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar