indopos.co.id – Wakil ketua umum
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI)
bidang Supply Chain dan Multimoda, Trismawan Sanjaya mengatakan pembentukan Badan Usaha Angkutan Multimoda
(BUAM) harus dilakukan secara tepat
fungsi. Serta sesuai dengan perannya. Sebab jika tidak, kesiapan pelaku
logistik nasional dalam berdaya saing global akan semakin berat.
“Kalau pembentukannya dilakukan
secara tidak tepat, maka akan menggerus kelangsungan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) bidang forwarding. Serta angkutan barang darat yang selama ini
telah berikan sumbangsih besar terhadap ketahanan ekonomi negara atas
serangakaian resesi yang terjadi,” ujar Wakil
ketua umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia
(ALFI) bidang Supply Chain dan Multimoda, Trismawan Sanjaya, melalui keterangan persnya, Jumat (10/7/2020).
Dia mengatakan, kebijakan
penerapan Multimoda Transport Operator yang salah justru akan membuka peluang
tata laksana single dokumen dikuasai pelaku usaha asing semakin besar lagi.
“Karena mereka yang telah kuasai pasar dan punya jaringan usaha secara global,”
jelas Trismawan.
Lebih mengkhawatirkan lagi kata
dia, jika BUAM hanya sebagai agen dari pelaku logistik asing. Yakni hanya untuk
dapat berkegiatan di Indonesia tanpa harus buka perusahaan di Indonesia (non
permanent establishment) dimana seandainya single dokumen yang digunakan
berasal dari negara asal barang.
“Sebab, ini pasti bisa jadi
peluang perusahaan asing dengan memanfaatkan situasi perdagangan bebas seperti
ASEAN Free Trade Area (AFTA), General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan
General Agreement on Trade in Services (GATS) dalam menguasai kendali logistik
dalam negeri semakin luas tanpa harus lakukan investasi langsung di dalam
negeri,” jelasnya.
Trismawan mengatakan, saat ini
biaya logistik nasional masih sangat tinggi. Salah satu faktornya akibat
lemahnya grand design logistik nasional Dan sangat sedikit sekali pelaku usaha
serta juga lembaga pemerintahan yang memiliki kompetensi untuk membangun
ekosistem logistik yang berkeadilan bagi masyarakat luas.
Sehingga kebijakan dan prosedur
yang terbentuk hanya fatamorgana tanpa bisa memberikan kepastian kegiatan usaha
bagi pelaku usaha nasional secara luas apalagi terhadap UMKM.
Oleh karena itu, ALFI
mengingatkan agar tidak terjebak lagi dalam kebijakan penerapan single dokumen
yang akan diterapkan oleh BUAM (Badan Usaha Angkutan Multimoda) maka perlu di
evaluasi kembali peraturan tata laksana pembentukan operator angkutan multimoda
(BUAM).
“Hal ini agar dapat lebih fokus
mengurangi resiko populasi pelaku usaha lain yang akan jadi korban apalagi jika
harus perekonomian negara juga yang bisa menjadi korban,” pungkasnya.
Hal senada dikemukakan Ketua Umum DPP Organisasi
Angkutan Darat (Organda) Adrianto Djokosoetono. Menurutnya, hingga kini kegiatan usaha di bidang
logistik sangat memberatkan bagi pelaku usaha nasional.
Di sisi lain, kata dia, ada
ketidakadilan apabila dibandingkan dengan kemudahan yang diberikan kepada
pelaku usaha PMA (Penanaman Modal Asing) seperti terkait proses perijinan
usaha, fasilitas master list dan sejenisnya. Tidak luput tumpang tindihnya
kebijakan dan birokrasi antar lembaga/instansi antar pemerintah pusat dengan
daerah.
Dia mencontohkan, pengaturan
operator angkutan multimoda (MTO) yang tertuang pada Peraturan Pemerintah No. 8
Tahun 2011 kemudian turunannya melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 8
Tahun 2012 RUU masih perlu ditinjau kembali agar bemanfaat bagi pelaku usaha
nasional serta sejalan dengan kesepakatan AFAMT (ASEAN Framework Agreement on
Multimodal Transport).
Namun, dia menyayangkan lantaran
yang terjadi saat ini ketentuan tata laksana MTO dalam peraturan yang ada bahwa
sangat memberatkan dan menyulitkan bagi pelaku usaha yang sudah menerapkan pola
kegiatan layanan multimoda (door to door), diantaranya adalah pengusaha truk
angkutan barang.
Adrianto mengusulkan
menyederhanakan ketentuan layanan multimoda dengan menggabungkan dalam
peraturan terkait jasa pengurusan transportasi barang yang sudah ada sehingga
tidak perlu membuat peraturan dan birokrasi baru yang terpisah dengan kegiatan
usaha bidang logistik yang telah berjalan saat ini.
“Kemudian pemerintah dapat lebih
fokus untuk mendorong serta mengembangkan pelaku usaha nasional bidang logistik
dan angkutan barang agar dapat semakin berdaya saing global melalui kebijakan
kemudahan berkegiatan usaha, kepastian dalam investasi usaha, kemudahan permodalan
dan sebagainya,” pungkasnya.
Sumber : indopos, 10.07.2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar