KONTAN.CO.ID
- DELAWARE. Tiffany & Co menggugat LVMH karena membatalkan akuisisi senilai US$ 16 miliar. LVMH juga akan menuntut balik perusahaan perhiasan
tersebut karena melanggar kesepakatan terbaru dan keduanya akan berakhir di
pengadilan.
Mengutip
berita Bloomberg pada Jumat (11/9), terdapat delapan gugatan berskala besar termasuk
kasus Tiffany & Co yang sedang menunggu keputusan di pengadilan Delaware,
Amerika Serikat (AS).
Kondisi
pandemi corona telah menambah daftar panjang masalah sengketa. Biasanya, fokus
sengketa karena pembeli keluar dari kesepakatan transaksi. Banyak pihak yang
berpekara mengatakan, pengajuan gugatan di masa pandemi telah memenuhi syarat.
Tuntutan
hukum di pengadilan Delaware mencapai US$ 30 miliar dan gugatan Tiffany dan
LVMH menjadi yang terbesar tahun ini. Secara keseluruhan, kesepakatan untuk
perusahaan AS senilai US$ 94 miliar telah dihentikan tahun ini.
Sengketa
akibat pembatalan kesepakatan juga diajukan ke pengadilan lain. Misalnya
saja, Simon Property Group Inc. dan
Taubman Centres Inc. mengajukan gugatan di pengadilan Michigan karena Simon
membatalkan akusisi senilai US$ 3,6 miliar.
Namun
jarang sekali pengadilan memaksa perusahaan untuk melanjutkan kesepakatan.
Salah satunya pada 2001, ketika hakim pengadilan Kanselir Delaware Leo Strine
Jr. memutuskan bahwa IBP Inc. tidak menyembunyikan informasi keuangan dan Tyson
Foods Inc. harus menyelesaikan akuisisi US$ 4,7 miliar dengan harga yang
disepakati.
Dalam
kasus lain, seorang hakim kanselir pada tahun 2017 melarang Cigna Corp. membatalkan merger senilai US$ 48 miliar dengan Anthem Inc. Meskipun Departemen Kehakiman AS kemudian memblokir kesepakatan itu dengan
alasan tidak dipercaya dan kedua belah pihak kembali ke pengadilan Delaware
untuk memperebutkan biaya penghentian.
Meskipun
mereka tidak menang, penggugat dalam kasus seperti itu dapat memanfaatkan
beberapa pengaruh dalam menegosiasikan penyelesaian atau hasil yang lebih baik.
Beberapa analis dan investor berharap Tiffany dapat mencapai kesepakatan baru
dengan LVMH.
Kesepakatan Tiffany dan LVMH memiliki 65%
peluang rampung menurut survei yang dapat mendukung klaim Tiffany. Sebelumnya, pengadilan mengizinkan produsen
obat generik Fresenius Se pada 2018 untuk membatalkan akuisisi US$ 4,3 miliar
dari pesaingnya Akorn Inc.
Kasus
tersebut adalah yang pertama di mana hakim Delaware dengan jelas menemukan
bahwa kemerosotan bisnis memenuhi syarat hukum sebagai yang disebut kondisi
yang merugikan secara material.
Kemerosotan
itu terkait dengan upaya Akorn untuk menutupi masalah operasional dengan
harapan menyelesaikan kesepakatan. Sekarang pandemi corona telah menjadi biang
kerok banyak aksi merger gagal tahun ini.
Berikut
kesepakatan yang gagal dan berakhir di pengadilan Delware. Mulai dari
kesepekatan akusisi Dajia dan Mirae Global senilai US$ 5,8 miliar. Dalam kasus
menunggu keputusan hakim setelah persidangan, Dajia dari China berupaya untuk
menghentikan Mirae untuk tidak meninggalkan pembelian hotel mewah karena dugaan
penipuan.
The We Company dan SoftBank Group dengan nilai kesepakatan US$ 3 miliar. SoftBank dituntut untuk menyelesaikan pembelian
saham setelah menyebut WeWork tidak
memenuhi persyaratan untuk transaksi tersebut.
Sumber : Kontan, 11.09.2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar