Bisnis.com, JAKARTA - Kendati aktivitasnya tidak dibatasi, perusahaan di sektor logistik mengalami penurunan kinerja baik dari omzet maupun adanya rencana PHK.
Ketua DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder
Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi menjelaskan pihaknya telah melakukan survei
terhadap anggotanya yang mencapai 3.412 perusahaan logistik, yang 29 persen di
antaranya atau 295 merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA). Dari 1.256
perusahaan yang mengikuti survei, 95,6 persen di antaranya mengalami penurunan
omzet perusahaan.
"Dari sisi omzet turun semua dari 95 persen responden dari sisi persentase penurunan omzet juga begitu ada 41,3 persen kehilangan omzet lebih dari setengahnya, pemutusan hubungan kerja juga terjadi 17 persen PHK dan dalam proses melakukan PHK ada 75,2 persen," jelasnya, Kamis (24/9/2020).
Lebih
lanjut dalam bahan paparannya, 41,3 persen responden mengaku terjadi penurunan
omzet lebih dari 50 persen. Sebanyak 42,9 perusahaan mengaku mengalami
penurunan antara 25-50 persen, serta 15,8 persen responden mengatakan penurunan
keuntungan kurang dari 25 persen.
Selain
itu, kondisi yang cukup memprihatinkan juga terjadi dari adanya pemutusan
hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan perusahaan logistik. Terdapat 17 persen
perusahaan telah melakukan PHK dan 7,8 persen sedang dalam proses itu.
Dilaporkan
sebanyak 75,2 persen responden yang tidak melakukan PHK.
Hasil
survey juga menyebut ada 35,4 persen perusahaan yang hanya mampu bertahan
menghadapi pandemi Covid-19 selama 3-6 bulan mendatang. Sementara itu, 51,9
persen sisanya merasa masih mampu antara 6-12 bulan mendatang.
Sebanyak
12,8 persen hanya mampu bertahan hingga 3 bulan mendatang.
Dari
hasil survey tersebut, masih ada 77,7 persen perusahaan yang tidak mendapatkan
keringanan fasilitas kredit. Sementara itu, masih banyak perusahaan yang tidak
mendapatkan fasilitas keringanan perpajakan atau sebanyak 42,7 persen
responden.
"Dari
stimulus sektor keuangan banyak dari sisi implementasi di lapangan belum bisa
berjalan dengan baik," ujarnya.
Lebih
lanjut, Yukki mengatakan kebijakan pemerintah mengizinkan sektor logistik
beroperasi telah membantu meski faktanya terjadi penurunan pendapatan akibat
permintaan yang turun.
"Kami
survei ke beberapa negara di Malaysia jauh lebih sulit dari logistik di
indonesia. Kami masuk dalam kebijakan pemerintah yang dikecualikan saat
PSBB," urainya.
Dia
juga menyebut pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan secara bisnis ke bisnis
(B2B) menjadi yang mengalami kerugian paling tinggi. Sementara yang bisa
bertahan adalah perusahaan logistik yang transaksinya dari pelanggan ke
pelanggan (C2C) dan bisnis ke pelanggan (B2C).
"Kami
harapkan dari dasar ada perubahan luar biasa signifikan ini harus dibangun
bersama karena dengan keinginan bersama menghilangkan pandemi dulu 2030
Indonesia bisa masuk 7 negara dengan ekonomi terbesar. Kalau tidak berubah ke
sana, saya khawatir kita terjebak di negara middle income," katanya.
Sumber : Bisnis, 24.09.2020 / Foto : Portal Berita Editor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar