Nilai konsumen merupakan sesuatu yang wajib diperhatikan oleh perusahaan karena dalam nilai terdapat sebuah pengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan benefit yang menjadi hak konsumen.
Pengorbanan konsumen berkaitan dengan biaya yang sudah dikeluarkan meliputi biaya moneter, biaya waktu, biaya energi, dan sejumlah risiko yang berkaitan dengan risiko sosial, psikis, fisik. Benefit yang ditawarkan oleh konsumen merupakan proposisi yang tidak hanya terwujud dalam aspek fungsional, namun juga aspek experiential dan simbolik.
Nilai konsumen secara ideal dipromosikan oleh perusahaan seharusnya melalui konsistensi strategi pemasaran berkaitan dengan kualitas produk, pelayanan yang optimal, penentuan harga sesuai dengan benefit yang diterima, distribusi produk yang lancar, dan komunikasi ide yang sesuai dengan target konsumen perusahaan.
Konsistensi ini penting dalam menciptakan reputasi positif atau citra positif di mata konsumen. Dengan reputasi positif secara terus-menerus, perusahaan akan mempertahankan konsumen dalam jangka panjang. Profitabilitas akan terus meningkat.
Begitu sebaliknya, ketika benefit yang diterima jauh lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan oleh konsumen, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak bisa konsisten memberikan yang terbaik kepada konsumen. Indikator yang muncul bisa penjualan yang menurun, pangsa pasar menjadi kecil, nilai saham turun, dan citra perusahaan mengalami penurunan.
Konsistensi ini penting karena tidak mudah bagi perusahaan untuk mempertahankannya dalam jangka panjang, bahkan itu terjadi juga dalam perusahaan yang dikategorikan sebagai pemimpin pasar.
Masih menjadi topik hangat dalam diskusi pemasaran mengenai Toyota Recall. Artikel yang ditulis oleh John A.Quelch, Carin Isbel Knoop, dan Ryan Johnson melalui tulisan Toyota Recalls: Hitting the Skids, dalam Harvard Business Review, Januari (2011) mengetengahkan penarikan kembali produk-produk Toyota di pasaran.
Toyota sebagai pemimpin pasar dianggap telah menciptakan adanya inkonsistensi dalam memberikan benefit yang menjadi hak konsumen. Biaya yang harus dikeluarkan menjadi tinggi ketika terjadi kecelakaan konsumen di Amerika ketika mengendarai Lexus.
Ketidakmampuan memunculkan konsistensi ini menjadi risiko yang tinggi bagi kelangsungan perusahaan kalau diabaikan begitu saja.
Memang tidak dipungkiri, kejadian mengenai hal tersebut merupakan sebagai sesuatu yang biasa dalam dunia otomotif. Perusahaan dari Jepang misalnya Isuzu, Nissan, Honda, Mitsubishi, Daihatzu dan Mazda pun pernah melakukan recall.
Selain recall yang sifatnya serentak dan publik mengetahui, silent recall pun sering dilakukan ketika perusahaan menemui adanya cacat produk.
Dalam artikel tersebut, juga dijelaskan sejumlah faktor yang memunculkan inkonsistensi antara lain adanya pertumbuhan strategi perusahaan yang cepat dan menuntut adanya akselerasi yang cepat untuk meluncurkan produk namun tidak diimbangi dengan kontrol kualitas terhadap para pemasok, komunikasi yang sifatnya terpusat sehingga menyebabkan ketidakmampuan untuk memberikan respon yang cepat, dan juga menyebabkan kualitas produk yang tidak konsisten.
Selain itu, nuansa persaingan yang ketat di bidang otomotif yang syarat politik juga menjadi rumor yang cukup seru dalam memahami kasus tersebut.
*) Kolumnis adalah Dosen Program Studi Manajemen Universitas Paramadina Jakarta.
Sumber : Bisnis Indonesia, 09.10.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar