JAKARTA: Asosiasi perusahaan pelayaran menilai pemerintah belum menunjukkan komitmen mengimplementasikan UU No. 17 tahun 2008 mengingat pajak dan biaya komponen kapal masih sangat membebani industri pelayaran nasional.
Ketua INSA Carmelita Hartoto mengatakan sektor pajak berkontribusi 17% pada pembengkakan biaya produksi kapal. Belum lagi, imbuhnya, pembelian komponen kapal dari luar negeri juga dikenai pajak sebesar 10%.
Carmelita menilai pemerintah tidak konsisten menerapkan asas cabotage karena belum memberi insentif yang ideal bagi pengusaha nasional di sektor pelayaran.
Pemerintah, kata Carmelita, seharusnya menjamin kontrak jangka panjang guna menumbuhkan gairah investasi.
Carmelita mengungkapkan pemerintah perlu melakukan tender dan memberikan pembiayaan bunga khusus kepada industri pelayaran nasional.
"Tetapi yang ada malah membebani pajak bea masuk,"ujarnya pada acara Indonesia Maritime Expo 2011 di Jakarta, Kamis 13 Oktober.
Julius Tangketasik, Sekjen Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo), mengatakan beberapa bank swasta sudah bersedia bersinergi membiayai produksi kapal untuk aktivitas eksplorasi migas lepas pantai (offshore).
Julius mengaku pihaknya belum tahu nilai investasi yang akan dianggarkan oleh konsorsium bank tersebut.
Menurut dia, aktivitas usaha hulu minyak dan gas bumi membutuhkan 235 unit kapal tambahan untuk mendukung kegiatan eksplorasi hingga 2014.
Kapal-kapal tersebut, katanya, akan diproduksi di dalam negeri dengan menggalang kerja sama dengan galangan kapal nasional. Sebanyak 235 kapal tersebut akan diprioritaskan mendukung eksplorasi migas di kawasan Indonesia timur.
Direktur Utama PT PAL Indonesia Harsusanto Soenarwan mengatakan harga produk kapal dalam negeri kalah bersaing dengan China.
Menurut dia, industri galangan kapal di China memeroleh subsidi dan keringanan dari pemerintahnya sehingga rasio harga kapal bekas lebih murah 30% dibanding kapal baru yang diproduksi di dalam negeri.
Beban industri galangan kapal nasional, serunya, semakin bertambah dengan minimnya dukungan lembaga pembiayaan. Di negara lain, imbuhnya, perbankan sanggup menyediakan anggaran khusus untuk industri galangan kapal.
Di tempat yang sama, Direktur Utama PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) Firmansyah Arifin mengatakan kapal berbendera Indonesia saat ini mayoritas diproduksi di luar negeri.
Dengan begitu, ungkapnya, asas cabotage tidak dinikmati oleh industri pembuatan kapal. "Pembatasan impor kapal susah dibendung karena memang harganya jauh lebih murah."
Dirjen Industri Alat Transportasi dan Telematika Kementerian Perindustrian Budi Darmadi mengatakan pihaknya sangat mendukung pengembangan industri perkapalan di Indonesia.
Menurutnya, potensi industri galangan kapal nasional tumbuh menjanjikan.
Dia mengungkapkan saat ini ada 240 industri galangan kapal di Indonesia dengan kapasitas terpasang mencapai 700.000 DWT.
Saat ini, sambungnya, 70 galangan kapal ada di Batam dan sisanya tersebar di seluruh Indonesia.
Menurut Budi, Kemenperin akan fokus memperjuangkan insentif berupa keringanan, kemudahan, dan pemberian fiskal. Selain itu, serunya, pihaknya akan mengupayakan fasilitas keringanan pajak penghasilan. (Surya Mahendra Saputra/ea)
Sumber : Bisnis Indonesia, 13.10.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar