REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Kementerian BUMN telah
menuntaskan kajian awal penggabungan kembali (regrouping) perusahaan BUMN di
bidang Farmasi oleh konsultan. Dengan penggabungan tersebut, pada 2015,
penjualan BUMN Farmasi bisa mencapai Rp 10,23 triliun dan laba bersih Rp 1,52
triliun.
Deputi Kementerian BUMN
Bidang Usaha Industri Strategis dan Manufaktur, Irnanda Laksanawan
menyatakan, konsultan telah memberikan alternatif struktur penggabungan dengan
tidak mengikutsertakan Bio Farma. Sehingga hanya Kimia Farma dan Indofarma yang
rencananya akan digabung.
“Ini karena
Biofarma lebih tepat untuk masuk klaster industri life science dibandingkan
dengan farmasi,” ujarnya, Senin (24/10). Bio Farma difokuskan untuk
mengembangkan diri dan meningkatkan kinerjanya dalam menghadapi persaingan
dengan negara lain terutama Cina dan India.
Penggabungan tersebut lanjutnya tidak akan menghadirkan
perusahaan induk (holding) baru, Mekanisme penggabungan dilakukan dengan
akuisisi Kimia Farma atas Indofarma. Setelah digabung paling lambat pada akhir
2012, diharapkan terjadi efisiensi dengan meminimalisir produk dan bisnis yang
tumpang tindih dengan adanya spesialisasi produksi antara Kimia Farma dan
Indofarma. Kedua perusahaan itu, perlu melakukan peningkatan kinerja sebelum digabung
agar proses dapat dilaksanakan dengan optimal,” ujarnya,
Sebelum rencana penggabungan digaungkan, kedua perusahaan
tersebut telah bersinergi dalam pengadaan bahan baku obat. “Mereka melakukan
pembelian bersama bahan baku, sehingga pembeliannya lebih efisien,” ujarnya.
Pemasaran dalam negeri pun telah dilakukan dengan bersama-sama dengan
memanfaatkan outlet Kimia Farma yang tersebar diseluruh Indonesia. Bagitu juga
pemasaran ekspor dengan memanfaatkan jaringan Bio Farma di luar negeri.
Direktur Utama Indofarm, Djakfarudin Junus menyatakan,
rencana ini perlu dukungan regulasi terhadap proses persaingan usaha. “Selain
itu, regulasi, di bidang bahan baku dan penanaman modal asing,” ujarnya.
Ditinjau dari aspek bisnis operasional, SDM serta
keuangan, penggabungan tersebut layak dilakukan karena adanya kebutuhan bersama
akan infrastruktur, aplikasi dan teknologi produksi. “Sehingga meningkatkan
daya saing dan efisiensi yang bermakna di masa depan,” katanya.
Bila rencana ini terealisasi, maka penjualan BUMN Farmasi
pada 2015 ditargetkan mencapai Rp 10,23 triliun. Sedangkan laba bersih mencapai
Rp 1,52 triliun. Sementara nilai investasi BUMN farmasi hingga 2015 sebesar Rp
2,88 triliun.
“Dana tersebut digunakan untuk meningkatkan kapasitas dan
memenuhi persyaratan mutu,” kata Irnanda. Selain itu untuk mengembangkan riset,
pemanfaatan sumber daya lokal, dan peningkatkan standar kualitas yang
berorientasi pasar.
Pada 2011, pasar
farmasi nasional mencapai Rp 42 triliun. Di mana perusahaan nasional termasuk BUMN
diestimasikan membukukan penjualan Rp 27 triliun atau 70 persen. Sementara BUMN
farmasi mewakili Rp 6,6 triliun atau sebesar 6,6 persen di antaranya. Sedangkan
sebanyak 30 persennya dikuasai oleh perusahaan multi nasional. Di luar pasar
farmasi nasional, pasar herbal Indonesia berkisar Rp 10,6 triliun.
Sumber : Republika, 24.10.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar