BISNIS.COM, JAKARTA-Pelaku usaha angkutan khusus
pelabuhan segera menyesuaikan tarif angkut kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok
setelah pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak jenis solar menjadi
Rp5.500 per liter.
Ketua Organda Angkutan Khusus Pelabuhan (Angsuspel) DKI
Jakarta Gemilang Tarigan menjelaskan pihaknya pada Senin 24 Juni akan melakukan
pembahasan rencana kenaikan tarif angkut kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok
yang berkisar 30%-35%.
Menurut dia, saat ini tarif angkut satu kontainer dengan
jarak lokasi pengiriman 50 km dari Pelabuhan Tanjung Priok Rp1,4 juta sekali
jalan. Untuk tarif baru direncanakan Rp1,8 juta sekali jalan. Mekanisme
kenaikan tarif angkutan khusus di pelabuhan berbeda dengan kenaikan angkutan
umum lainnya, karena ditentukan melalui kesepakatan antara penyedia jasa
angkutan truk dan pengguna jasa.
Gemilang mengatakan kenaikan tarif BBM jenis solar dari
Rp4.500 per liter menjadi Rp5.500 per liter akan tetap berdampak bagi angkutan
truk di pelabuhan, karena kontribusi biaya BBM mencapai 18% dari total biaya
operasional. Selain itu, penyesuaian tarif angkut juga dipicu oleh naiknya
biaya suku cadang, ban dan kenaikan upah sopir dan buruh hingga 15%. Sejak
2008, tarif angkutan khusus pelabuhan belum pernah dinaikkan.
Pemerintah, jelasnya, harus memperhatikan revitalisasi
armada truk di Tanjung Priok, karena saat ini 60% armada tergolong sudah uzur.
Jumlah truk yang beroperasi kini hanya sekitar 18.000 unit dengan berbagai tipe
dan ukuran.
“Kami sebenarnya juga membutuhkan insentif fiskal untuk
peremajaan armada baru tetapi pemerintah tidak pernah memperhatikan,” katanya,
Minggu (23/6).
Sementara itu, peneliti senior di Lembaga Penyelidikan
Ekonomi dan Masya rakat FEUI Ine Minara S. Ruky menyatakan rencana penaikan
biaya transportasi yang sebelumnya dibatasi sebesar 20% oleh pemerintah dinilai
ma sih terlalu besar jika dibandingkan dengan kenaikan harga BBM bersubsidi.
Dia menekankan tarif transportasi tidak bisa dihitung
secara linier dan perlu penghitungan lebih cermat, misalnya mempertimbangkan
jumlah penggunaan BBM dan jumlah penumpang atau barang. “Kalau menurut saya
kenaikan proposional.”
Sebelumnya, Menteri Perhubungan E. E. Mangindaan
menyatakan penaikan tarif transportasi tidak boleh melebihi 20%. Namun sejumlah
daerah sudah mengajukan penaikan tarif mulai dari 20%.
MEMBERATKAN
Dalam kaitan itu, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia
Ade Sudrajat menilai naiknya tarif angkutan truk dari kawasan industri ke
Tanjung Priok sebesar 30% akibat penaikan harga BBM bersubsidi sangat
memberatkan. Pasalnya, tekstil merupakan salah satu industri padat karya yang
terkena dampak lebih besar dibandingkan dengan sektor lainnya.
Meski begitu kenaikan tarif tersebut diyakini tidak akan
berpengaruh pada kegiatan pengiriman barang, sehingga industri tekstil bisa
tetap tumbuh tahun ini. Di sisi lain, kenaikan harga jual produk industri
tampaknya tak terhindarkan lagi.
Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia Eddy Widjanarko
mengatakan pelaku bisnis sepatu dan alas kaki sudah menyiapkan diri se jak 4
bulan lalu untuk meng hadapi adanya kenaikan harga BBM bersubsidi.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia
Elisa Sinaga berpendapat senada. Sebelumnya kalangan produsen sudah menaikan
harga produk akibat melonjaknya harga gas industri dan listrik tahap dua pada
April 2013. Kenaikan kali ini diperkirakan 5%-10%.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Farmasi Darodjatun
Sanusi berpendapat dampak paling besar berpengaruh pada kegiatan distribusi.
Dia memperkirakan kenaikan sekitar 4%. (Lili Sunardi/Riendy Astria)
Sumber : Bisnis Indonesia, 24.06.13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar