Indonesia pada bulan-bulan awal 2013 menjadi ladang subur
bagi korporasi untuk melakukan transaksi bisnis seperti pelepasan saham atau merger
dan akuisisi. Namun dalam kancah ini, suasana akhir tahun begitu mengecewakan.
Dengan bayangan pemilihan umum dan ancaman penarikan modal keluar dari negara
berkembang tahun depan, situasi ini kemungkinan tidak akan membaik dalam waktu
dekat.
Pada Maret, perusahaan private equity CVC Capital
Partners sukses menggalang $1,3 miliar dengan menjual sahamnya di PT Matahari
Department Stores ke bursa saham. Nilai transaksi itu 27 kali lebih besar dari
proyeksi pendapatan Matahari tahun 2013, dan hampir lima kali lipat diminta
lebih banyak dari jumlah saham yang ditawarkan atauoversubscribed. Hal ini pun
memicu optimisme di pasar.
Dalam hitungan bulan, akuisisi terbesar tahun ini di
Indonesia tercatat saat firma private equity TPG Inc sepakat menjual 40% saham
PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional ke perusahaan Jepang, Sumitomo Mitsui
Financial Group Inc, seharga sekitar $1,56 miliar, menurut penyedia data
Dealogic.
Meski demikian, sentimen positif ini luntur pada
pertengahan tahun saat bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve alias Fed,
mengangkat kemungkinan mengurangi program pembelian obligasinya. Rencana ini
mendorong investor menarik modalnya dari negara berkembang. Tetapi sebelum
kekhawatiran soal usainya kebijakan easy money Fed, transaksi pasar modal di
Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan.
“Tantangannya dimulai saat kondisi ekonomi masih baik.
Terdengar kecemasan soal batasan kepemilikan asing, soal sentimen nasionalis,”
ujar Haryanto Budiman, direktur J.P. Morgan Indonesia. Menurut Haryanto, tren
ini dipicu oleh kepercayaan diri pemerintah yang berlebihan atas ekonomi
Indonesia.
Akuisisi terbesar sepanjang sejarah Indonesia pun gagal
pada Juli, saat DBS Group Holdings asal Singapura batal membeli 67,4% saham PT
Bank Danamon Indonesia. Keputusan diambil setelah pemerintah menerapkan aturan
kepemilikan yang mempersulit akuisisi: DBS hanya diizinkan membeli 40% saham.
Pemerintah mengatakan DBS dapat memborong keseluruhan saham Bank Danamon jika
Singapura menunjukkan “balas budi” dengan mengizinkan bank-bank Indonesia
membuka lebih banyak cabang di negara-kota itu.
“Kami semua yakin bahwa secara fundamental Indonesia
cukup kuat,” ujar Haryanto. Ia mengatakan ekonomi Indonesia didorong oleh
besarnya populasi (250 juta orang), meningkatnya daya beli kelas menengah, dan
kekayaan sumber daya alam. “Semua elemen untuk menjadi negara berekonomi besar
dunia sebenarnya dimiliki Indonesia. Meski demikian, Indonesia tengah
dihadapkan pada tantangan jangka pendek dalam 12 sampai 18 bulan ke depan.”
Pemilihan umum legislatif dijadwalkan akan berlangsung
April dan pemilu presiden akan digelar Juni. Dengan habisnya periode
kepresidenan kedua dan terakhir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pergantian
kepemimpinan adalah hal niscaya. Namun, ketidakpastian mengenai calon
penggantinya membuat para investor ragu. Mereka enggan menanamkan modal di
industri yang kemungkinan akan menjadi objek perubahan regulasi. Pemerintah
baru-baru ini memang mengindikasikan pelonggaran dalam regulasi kepemilikan
pelabuhan laut dan udara, serta jalan kereta api. Namun, hingga pemerintahan
baru terpilih, sulit merasa nyaman dengan regulasi baru.
“Dalam jangka pendek, aktivitas merger dan akuisisi
sepertinya akan terkena dampak pemilu mendatang,” ujar Ruben Bhagobati, kepala
urusan merger dan akuisisi Goldman Sachs Asia Tenggara.
Indonesia dapat sedikit bernapas lega pada pertengahan
September, saat Fed menunda pengurangan stimulus dana. Namun, membaiknya
indikator perekonomian AS memicu spekulasi bahwa Fed dapat mengumumkan
pemangkasan pembelian obligasi pekan ini. Hal tersebut dapat menjungkalkan
nilai rupiah, yang telah terdepresiasi 20% sejak awal Mei dan menjadi mata uang
berkinerja terburuk di Asia tahun ini. Situasi itu akan mempersulit valuasi
terhadap perusahaan Indonesia.
Gelombang optimisme dan keraguan yang silih berganti
telah membuat bursa saham bergejolak. Indeks harga saham gabungan di Bursa Efek
Indonesia naik 22% dari awal tahun hingga mencapai puncaknya pada Mei. Namun,
pada akhir Agustus, indeks memasuki teritori merah. Sejak itu, indeks
bergejolak dan turun 4,4% year-to-date. Keadaan demikian membuat para investor
berupaya mendapatkan penawaran murah di pasar modal dan penawaran saham perdana
(IPO).
Oktober lalu, keluarga Salim menunda rencana menggalang
$300 juta dari penjualan saham PT Dyviacom Intrabumi, perusahaan yang bergerak
di sejumlah sektor seperti makanan cepat saji hingga toko kelontong. Pasalnya,
valuasi investor tidak memenuhi harapan keluarga.
Sinarmas Land Juli lalu berencana menggalang $270 juta
dari IPO PT Puradelta Lestari, pengembang kawasan industri. Namun, melihat
kondisi pasar, perusahaan menangguhkan tawaran tak lama kemudian, demikian
keterangan sumber. Pada Juni 2013, perusahaan private equity Saratoga Capital
memangkas sepertiga volume IPO menyusul derasnya arus dana keluar dari pasar
berkembang.
Sumber : Indo WSJ, 17.12.13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar