JAKARTA.
Bencana kebakaran hutan dan lahan gambut wilayah Sumatera dan
Kalimantan telah berdampak luas. Tidak hanya persoalan sosial
masyarakat setempat, tetapi juga menghambat sektor perekonomian.
Selain
kerugian materiil berupa lumpuhnya kegiatan perekonomian masyarakat yang
diakibatkan oleh bencana kabut asap dari hasil pembakaran hutan, kerugian
imateriil juga tidak kalah besarnya dirasakan penduduk sekitar.
Akibat kabut
asap tebal yang terjadi, sekolah-sekolah di daerah terkena dampak bencana
diliburkan. Warga masyarakat juga terkena infeksi saluran pernafasan (ISPA).
Mobilitas masyarakat juga terganggu. Tak heran akibat kondisi tersebut, banyak
warga yang mengungsi menghindar hingga ke pulau Jawa.
Salah satu
sektor ekonomi yang dirugikan dari kejadian ini adalah di bidang jasa
pengiriman logistik. "Ada dua kerugian yang ditanggung pengusaha jasa
logistik, selain lost opportunity dari pengusaha logistik, juga kerugian dari
pihak penerima barang," kata Sekretaris Wilayah Asosiasi Logistik dan
Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Adil Karim, Minggu (1/11).
Dari kejadian
kabut asap yang terjadi itu, pengiriman barang melalui moda transportasi udara
yang paling terkena dampaknya. Namun sayang, Adil tidak dapat memperkirakan
angka kerugian akibat tertundanya pengiriman barang tersebut.
Yang pasti,
komplain dari para pelanggan akibat keterlambatan pengiriman barang itu pasti
terjadi. Seperti diketahui, akibat kabut asap yang terlalu tebal mengakibatkan
otoritas bandara memberlakukan skema buka tutup.
Meski tidak
merinci, total pengangkutan logistik menggunakan jasa pesawat terbang ke
wilayah Sumatera dan Kalimantan sekitar 20%. Sisanya menggunakan kapal laut
atau jalur darat. Beberapa barang yang dikirim ke wilayah Sumatera dan
Kalimantan tersebut antara lain produk garmen dan tekstil.
Mayland Hendar Prasetyo
Head of Marketing Communications Division JNE mengatakan, bencana asap ini
mengakibatkan terganggunya proses pengirman ke beberapa kota seperti Pekanbaru,
Jambi, Medan, Pontianak dan Palangkaraya mengalami keterlambatan.
Akibatnya,
JNE pun untuk sementara tidak menjual pengiriman dengan menggunakan layanan
premium, seperti YES (Yakin Esok Sampai) dan SS (Super Speed). "Untuk
nilai kerugian sampai saat ini belum dapat kami publish," kata Mayland.
Untuk
antisipasi pengiriman ke wilayah yang terganggu asap tersebut, JNE melakukan
pengiriman ke kota atau bandara terdekat yang kondisinya lebih baik, untuk
kemudian sampaikan ke kota tujuan melalui jalur darat.
Sebelumnya,
akibat bencana kebakaran hutan ini diperkirakan kerugian negara yang dialami
mencapai lebih dari Rp 20 triliun. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
sendiri hingga saat ini sudah memanfaatkan dana sebesar Rp 500 miliar untuk
menangani persoalan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar